Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Biaya Kuliah yang Mematikan Kelas Menengah

18 Mei 2024   09:06 Diperbarui: 18 Mei 2024   09:43 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Dok Universitas Multimedia Nusantara dipublikasikan kompas.com)

Kuliah tak wajib, tapi kuliah memberi cara pandang yang komprehensif. Membangun logika dan pengetahuan lebih baik. Berpotensi membangun kemanusiaan yang unggul. Kendala kini adalah biaya kuliah yang mahal.

Jika biaya kuliah mahal, maka yang repot adalah kelas menengah. Mau minta kemudahan bayar biaya kuliah tak elok, mau membayar biaya kuliah tak sanggup.

Aku membayangkan, jika jadi remaja di masa sekarang, maka aku tak akan bisa kuliah. Sebab aku adalah anak orang menengah tapi cenderung ke bawah.

Dulu di awal masa Reformasi, aku kuliah dengan biaya yang sangat murah. Selama 4,5 tahun kuliah, aku kalkulasi sampai rinci. Berapa pengeluaran bapakku untuk membiayaiku selama 4,5 tahun?

Aku hitung biaya SPP, kost, bayar KKN, makan, beli sabun, dan macam-macam. Aku hitung selama 4,5 tahun, bapakku total mengeluarkan Rp25 juta.

Hanya Rp25 juta selama 4,5 tahun. Itu adalah nilai yang sangat murah dan kecil jika dibandingkan dengan biaya kuliah masa kini. Selama kuliah aku juga tak pernah menerima beasiswa karena ekonomiku nanggung, kepandaianku juga nanggung.

Mau minta beasiswa anak miskin malu karena banyak yang lebih butuh selain aku. Mau minta beasiswa untuk yang pandai juga malu wong nilaiku pas-pasan. Jadi aku kuliah full biaya orangtua yang kembang kempis. Sampai beberapa harta orangtua dijual.

Tapi sekali lagi silakan bayangkan, bapakku hanya mengeluarkan uang Rp25 juta. Dulu sehari makan tiga kali hanya butuh Rp4.500. Tak ada biaya bensin karena aku tak punya sepeda motor. Ke mana mana jalan kaki. Mentok naik angkot. Naik angkot mungkin sebulan hanya empat kali.

Tak ada biaya pulsa atau paketan. Telepon genggam di masa itu adalah mahal. Hanya milik orang kaya. Selama kuliah aku hanya mengandalkan janjian, tak ada pesan pendek atau telepon.

Kalau mau telepon rumah, pakai telepon umum, teleponnya ke rumah saudara. Aku telepon ke rumah saudara, nanti keluargaku nyamperin ke rumah saudara yang hanya berjarak kurang dari 10 meter dari rumahku.

***
Sekarang bayangkan saja kalau mau kuliah harus bayar puluhan juta. Anak seperti aku jelas tak akan bisa kuliah.

Kuliah menutup sebagian jalur orang miskin. Kenapa sebagian? Sebab, masih ada yang miskin yang dapat beasiswa. Tapi kuliah benar benar menutup jalur orang menengah. Menengah ekonomi dan menengah kemampuan intelektual.

Ini bayanganku saja. Kelak orang-orang menengah ini akan memiliki kreativitas sendiri. Entah caranya bagaimana.

Mereka tak akan kuliah tapi akan berkreasi untuk berkembang. Kreasi tanpa harus masuk kampus. Entah apa namanya atau bentuknya, tapi antitesis terbesar atas biaya kuliah yang mahal akan muncul dari kaum menengah.

Sebab dunia selalu memberi peluang dan ruang bagi antitesis atas apapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun