Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lebaran dan Larangan Petasan, Sebuah Drama Tahunan

14 April 2024   00:02 Diperbarui: 14 April 2024   00:40 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ledakan karena petasan bubuk di Blitar tahun 2023 lalu. (Kompas.com/asip hasani)

Semenjak aku kecil hingga saat ini, perihal lebaran dan larangan petasan adalah drama tahunan. Selalu seperti itu dan seperti itu.

Dari zaman dahulu, petasan memang dilarang karena membahayakan. Dulu tetanggaku ada yang salah satu jarinya harus dipotong karena kena petasan yang lumayan besar.

Saat aku kecil, main petasan saat Lebaran juga jadi rutin. Petasan yang kunyalakan adalah petasan kecil. Lebih kecil dari kelingking. Dulu kami menyebutnya "mercon rawit".

Jadi ketika malam takbiran atau malah saat akhir puasa, bunyi mercon rawit tak terbendung. Dulu aku membawa obat nyamuk bakar di tangan kiri dan petasan di tangan kanan.

Sumbu petasan ditempel ke obat nyamuk bakar yang sudah dinyalakan. Ketika percikan api muncul, mercon atau petasan langsung dilempar. Lalu bunyi "dor!".

Dasar anak kecil, yang dipikir hanya gembira. Ada temanku yang melempar petasan hampir mengenai kabel PLN. Wah kacau. Ketika diperingatkan ya hanya begitu. Cengegesan.

Begitulah di masa lalu. Sekalipun ada larangan, tetap saja petasan ada di mana-mana.

Nah saat malam takbiran lalu, polah bocah kecil anak SD juga aku lihat. Mereka menyulut petasan seperti yang aku lempar ketika kecil. Mereka pun melempar seenaknya sendiri.

Melempar ke depan rumah, ke taman, bahkan di dekat masjid. Mereka bersukaria. Yang tua tentu saja sudah memperingatkan. Bahkan dengan kata-kata yang menghentak. Tapi ya begitulah anak-anak. Diberi tahu, malah seperti disuruh.

Tahun depan, tahun depannya lagi, depannya lagi, mungkin akan sama. Akan ada larangan dan bocah tetap main petasan.

Kalau mau menghentikan, sebenarnya mudah saja. Pabrik petasannya ditutup. Atau penjual petasannya dirazia. Kalau tidak ada yang jual, tentu tak ada yang beli.

Faktanya memang, sekalipun ada larangan main petasan, toh yang jualan petasan di tepi jalan juga tetap ada. Jadi, kalau hanya imbauan tapi distribusi petasannya tak dipotong dan produksi terus berjalan, tradisi lebaran dan larangan petasan tak akan pernah hilang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun