Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Memahami Mengapa Orang Pamer saat Mudik

9 April 2024   05:56 Diperbarui: 9 April 2024   06:01 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Kompas.com/kristianto purnomo)

Ini imbauan ke diri sendiri. Imbauannya, kalau mudik jangan pamer. Tapi kalau ada orang pamer saat mudik, pahami juga bahwa sebetulnya mereka adalah bagian dari kerancuan hidup, yang mungkin kita berinvestasi di dalamnya.

Saya usahakan, kalau mudik jangan pamer. Biasa saja. Sapa tetangga atau bersalaman. Kata guru ngaji saya, keguyuban itu bisa dipupuk melalui dua hal, sapa dan bersalaman.

Tentu sapa dan bersalaman yang wajar alias jangan berlebihan. Sesuai dengan adat di tempatmu.

Lalu bagaimana jika ada orang yang pamer? Ya pahami saja. Jangan-jangan mereka pamer karena kelakuan kita-kita juga.

Misalnya, sebagian kita hobi membully. Yang dibully tak bisa berontak karena kalah status. Akhirnya yang dibully merantau. Sukses di perantauan dan ingin membungkam orang yang membully. Dengan cara menampakkan segala kesuksesannya saat pulang kampung. Pamer karena balas dendam dibully bertahun-tahun.

Atau sebagian kita ternyata sangat inferior pada orang kota. Menganggap orang kota sebagai seseorang yang hebat. Lalu perilaku sebagian kita yang inferior dijadikan tesis bagi seseorang. "Kalau aku berlagak kota, orang akan sangat menghargaiku," misalnya begitu.

Maka karena inferioritas itu, jangan kaget ketika orang hanya merantau tiga bulan di Jakarta, ketika pulang kampung langsung ngomong, "lu gue".

Ada banyak alasan yang membuat kita bisa merenung, mengapa orang pamer. Jangan-jangan mereka yang pamer itu dipupuk oleh perilaku sebagian kita. Perilaku suka membully, merendahkan mereka yang kurang secara ekonomi, meledek setiap yang kurang, atau mendewakan kota dan merendahkan desa.

Pamer atau flexing itu tak baik, maka tak perlu dilakukan. Tapi mari merenung lebih dalam jika ada orang yang pamer ketika mudik. Mungkin dia pamer karena kita atau sebagian kita tak sadar telah memupuk agar dia pamer.

Lalu bagaimana? Ya hentikanlah bully, hentikanlah merendahkan orang karena harta, hentikanlah merendahkan orang karena kurang ilmu, hentikanlah menyanjung kota. Karena itu bisa menjadi pemantik orang pamer ketika mudik.

Hentikan semua pemantik itu, dan mari bangun kebiasaan baru yang lebih beradab pada anak cucu kita. Manusia bukan besar di ruang hampa, dia ditempa oleh lingkungannya. Jika lingkungannya morat-marit, ada potensi individunya morat-marit. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun