Philippe Troussier dipecat sebagai pelatih Timnas Vietnam. Pelatih asal Prancis itu dipecat setelah Vietnam kalah 0-3 dari Indonesia di kualifikasi Piala Dunia 2026, Selasa (26/3/2024). Saya ingin membahas pentingnya transisi kepelatihan.
Sejak mula saya pun yakin, Troussier bakal kesulitan melatih Vietnam. Bukan karena dia pelatih buruk. Troussier adalah pelatih yang membawa Jepang ke babak 16 besar Piala Dunia 2002. Dia pernah membawa Burkina Faso ke semifinal Piala Afrika 1998.
Yang membuat saya tak yakin Troussier bisa sukses di Vietnam adalah karena dia pasti akan dapat pengharapan tinggi. Dia akan berhadapan dengan skuad yang sudah terbentuk, yang dia mungkin tak tahu detail bagaimana skuad itu terbentuk.
Sebelum Troussier, Vietnam dilatih Park Hang Seo. Harus diakui, Park telah mengubah Vietnam jauh lebih gila. Dia membawa Vietnam ke fase terakhir kualifikasi Piala Dunia 2022. Dia membawa Vietnam juara AFF, juara Sea Games. Dia membawa Vietnam jadi runner up Piala Asia U23 tahun 2018. Dia membawa Vietnam ke semifinal Asian Games 2018. Dia membawa Vietnam keperempatfinal Piala Asia 2019.
Bukan hanya capaian yang luar biasa, Park telah membangun Vietnam sebagai tim dengan pressing tinggi. Vietnam juga memiliki daya juang luar biasa. Passing yang mereka peragakan sudah sangat bagus. Tentu dengan capaian Park seperti itu, publik Vietnam berharap Troussier menyamai atau lebih baik.
Sebenarnya, Troussir tidak asing di Vietnam. Sebab, sejak 2018 dia memang di Vietnam. Dia ngurusi bakat-bakat muda Vietnam di PVF.
Namun saya meyakini, Troussier tidak tahu detail bagaimana Park membangun timnya. Kalau sudah seperti itu, apa yang dibangun Park kemudian tidak bisa berlanjut di masa Troussier. Sebab, sebagai orang yang berpengalaman, saya yakin Troussier juga punya ego tersendiri soal taktik dan cara bermain sepak bola.
Kemudian, seperti kita lihat, Vietnam berantakan. Mereka masih cukup bagus sebenarnya, tapi tidak terlalu menggigit. Di saat lawan Indonesia, di Hanoi, Vietnam memiliki beberapa kesempatan, tapi tak berbuah gol.
Pentingnya Transisi
Maka apa yang terjadi pada Vietnam, saya pikir adalah sebuah kesalahan. Setidaknya menurut saya. Apa yang sudah dibangun Park kemudian hilang begitu saja setelah pelatih berganti. Kadang saya pikir, mengapa bukan asistennya Park saja yang melanjutkan kerja Park. Asisten Park tentu lebih tahu bagaimana Park membangun Vietnam.
Kita tengok saja tim hebat yang pernah ada. Masih ingat Barcelona di masa Pep Guardiola? Ketika Pep pergi, siapa yang menjadi pelatih Barcelona? Yup benar, Tito Villanova. Tito adalah asisten Guardiola. Tapi usia Tito tak panjang karena dia wafat. Penggantinya adalah orang yang tak tahu Barcelona sama sekali yakni Tata Martino. Hancur sudah Barcelona. Bukan berarti Tata buruk sebagai pelatih, tapi dia tak tahu bagaimana Barcelona dibangun.
Transisi dari keburukan menjadi kehebatan juga masih perlu orang lama. Tengok saja Prancis ketika gagal ke Piala Dunia 1994. Saat itu pelatih Prancis adalah Gerard Houllier. Prancis gagal ke Piala Dunia 1994. Lalu siapa pengganti Houllier? Dia adalah Aime Jacquet. Jacquet adalah asisten Houllier saat Prancis gagal lolos ke Piala Dunia 1994. Di tangan Jacquet, Prancis mampu juara Piala Dunia 1998.
Ingat Argentina gagal di Piala Dunia 2018 bersama Jorge Sampaoli? Ya seteleh  Argentina gagal, federasi memilih Lionel Scaloni sebagai pelatih. Scaloni adalah salah satu asisten Sampaoli ketika di Piala Dunia 2018. Scaloni akhirnya membawa Argentina juara Piala Dunia 2022.
Jadi transisi dalam dunia kepelatihan itu penting. Transisi dari baik menjadi lebih baik atau dari buruk menjadi lebih baik. Kalau diubah secara drastis, maka hasilnya juga bakal babak belur dan memulai dari nol.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H