Solihin merasa terhina diperlakukan seperti itu. Dia pembicara, dia yang menyapu, dia pula yang ambil kursi. Tapi rasa cintanya pada kampus membuatnya tak merasakan sakit itu.
Sampailah akhirnya Solihin jadi pembicara. Dia bicara teori sampai update kehidupan berbangsa. Para mahasiswa itu hanya melongo. Sebagian masih asyik main HP.
Selesai acara, Solihin inisiatif ke bagian dapur gedung itu. Dia mendapati satu mahasiswa yang tak dia lihat dari mula. Saat melihat di dapur, mahasiswi itu sedang mencuci piring dan gelas.
Dia sendirian. Akhirnya Solihin inisiatif membantu. "Kayaknya hanya mahasiswi ini yang bener," kata Solihin dalam hati.
Solihin ngobrol ke sana ke mari dengan mahasiswi itu. Kemudian, datanglah satu mahasiswi lain, bawa piring dan gelas.
"Pak nitip ya," katanya sembari menyerahkan piring dan gelas. Solihin geleng geleng kepala. Lalu setelah di dapur itu, dia pamit pulang.
Saat pamitan, para mahasiswa itu hanya bilang "terima kasih" sembari main HP. Ketika akan menjejakkan kaki keluar gedung, Solihin masih melihat banyak sampah.
Dia inisiatif ingin menyapu. Ada mahasiswi bilang ke dia. "Pak ini sapunya," sembari diserahkan ke Solihin. Solihin nyapu gedung dan kemudian ada pemuda datang ke gedung itu. Kelihatannya bukan mahasiswa.
"Nah gitu dong bersih-bersih. Bapak OB yang baru ya?" Kata pemuda itu cengengesan.
Solihin hanya bingung mau menyikapi semua ini dengan bagaimana. Tapi dia memilih tertawa terpingkal-pingkal. "Mungkin Tuhan sudah malas buat manusia hingga hasilnya seperti saat ini di kampus wkwkw," kata Solihin dengan lantang di gedung itu.
Kau tahu, semua orang di situ juga ikut tertawa. Aneh!