Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Politik Kelereng

4 November 2023   09:45 Diperbarui: 4 November 2023   10:07 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa kecilku, dihiasi dengan main kelereng. Main kelereng kata orang yang lebih paham agama adalah judi. Tapi dasar anak kecil, dibilang judi juga tetap saja main kelereng.

Aku ingin cerita padamu bagaimana kami main kelereng di masa itu. Misalkan kami berlima main kelereng. Maka, kami membutuhkan lahan atau lapangan tanah kisaran 4 x 7 meter.

Lalu di salah satu bagian lapangan itu, kami gambar segitiga sama kaki di tanah lapangan itu. Menggambarnya pakai ranting yang bisa kami dapatkan di mana saja.

Kemudian, masing-masing kami meletakkan satu, dua, atau lebih kelereng di segitiga itu. Jumlah yang kami letakkan sesuai dengan kesepakatan antarpemain.

Jika masing-masing kami meletakkan dua kelereng, maka di segitiga itu ada 10 kelereng. Dari situlah permainan dimulai.

Lima pemain mengambil posisi lima meter jauhnya dari segitiga. Lima pemain berdiri sejajar. Masing-masing pemain membawa satu kelereng di tangan (berbeda dengan kelereng di segitiga).

Lima pemain berdiri sejajar melempar kelereng menuju segitiga. Permainannya sederhana. Masing-masing pemain menggunakan kelereng di tangan untuk menembak kelereng di segitiga. Tentunya antarpemain bergantian menembak kelereng di segitiga.

Jika kelereng di segitiga yang diincar terkena dan keluar dari segitiga, maka kelereng itu jadi milik si pemain. Semakin banyak bisa mengeluarkan kelereng dari segitiga, maka semakin banyak kelereng yang didapatkan.

Tapi kamu bisa tidak menembak kelereng di segitiga untuk mendapatkan kelereng. Caranya, kamu bisa menembak kelereng lawan mainmu yang sudah dapat kelereng dari segitiga. Jika tembakanmu mengenai kelereng lawan mainmu, maka lawan mainmu menyerahkan kelereng yang dia dapatkan dari segitiga padamu.

Biasanya, sejak awal sudah disepakati jika permainan fair dengan tata cara yang sudah disepakati bersama. Tapi...

Tapi... jika ada anak yang lebih besar lewat ke lapangan itu dan dia bukan pemain, dia bisa mengoyak tatanan. Si anak yang lebih besar itu hanya bilang, "Huuuuurrrrr", maka semua yang bermain akan berebut kelereng di segitiga dan mengabaikan aturan permainan.

Di tiap desa di Kendal, Jawa Tengah, ucapan untuk mengacaukan tatanan itu tak sama.  Ada yang menyebut "huuuuurrr", "teng teng", "Hoooommm", "Leme", dan lainnya. Intinya setiap ada ucapan itu, maka kelereng di segitiga "halal" diambil dengan mengabaikan tata cara permainan yang fair.

***

Satu ketika, sebelum kami main kelereng, salah satu di antara kami sudah tegas bilang bahwa, "kalau ada yang bilang 'huuurrrr atau hoooommm atau teng teng', kita jangan terpancing, kita tetap main fair," katanya.

Atas pendapat itu, semua mengagguk. Bermainlah kami seperti biasa. Kemudian, ada satu anak dewasa lewat dan mulai memprovokasi. "Hhhhhu....Hhhhuu..."  kata anak dewasa itu.

Atas provokasi itu, sosok pemain yang ingin fair langsung menentang. "Kak jangan memprovokasi! Jangan memprovokasi!" kira-kira kalau bahasa sekarang seperti itu.

Si anak dewasa hanya terkekeh dan terus memprovokasi. "Huuurrrr...." Kata anak dewasa pengacau itu. Kau tahu? Anak yang tadi bilang bahwa pemain jangan terprovokasi, justru ikut berebut kelereng di segitiga.

Kalau sudah begitu. Semua sah! Kekacauan yang disahkan!

Itulah politik kelereng, aturan bisa diterabas oleh provokasi dan hasrat untuk memiliki, menguasai, dengan cara tak fair.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun