bola dunia. Sekalipun uang bergelimang di sana, sangat tak menjamin liga mereka akan makin dilihat banyak orang. Sekalipun banyak pemain bintang tua yang datang, tetap sulit bagi liga Arab Saudi untuk jadi kiblat sepak bola. Ada beberapa alasan yang membuat mengapa Liga Saudi sulit jadi kiblat sepak bola dunia.
Liga Saudi bakal sulit menjadi kiblat sepakKontinuitas Kompetisi Bergengsi
Yang membuat liga di Eropa menarik salah satunya adalah adanya kontinuitas kompetisi yang bergengsi atau dipersepsikan bergengsi. Juara Liga Inggris, Italia, dan lain-lain akan bermain di Liga Champions musim depannya.
Antara klub di Italia, Inggris, Spanyol, dan lainnya juga cukup ketat bersaing di Liga Champions. Ini yang membuat Liga Champions sangat ditunggu karena jadi ajang berkelas klub terbaik di Eropa.
Apakah di Asia ada? Tentu ada, namanya Liga Champions Asia. Namun, tetap saja tidak bisa segemerlap Eropa. Tentu saja ada klub Jepang, Korea Selatan, Iran, dan Arab Saudi yang ada di level atas. Tapi sampai saat ini tak ada yang bisa membuat kompetisi Asia ini jadi barang yang ditunggu.
Jadi jika misalnya Liga Arab Saudi makin bagus, tapi Liga Champions Asia masih belum jadi tontonan yang ditunggu, ya sulit jadi kiblat sepak bola dunia.
Kasusnya menurut saya sama dengan MLS di masa lalu. MLS berusaha membangun citra sepak bola yang menarik. Kemudian bisa mendatangkan uang. Bahkan, di awal MLS, mereka memiliki cara adu penalti yang berbeda. Yakni pemain berlari membawa bola dari titik tengah dengan waktu tertentu, berhadapan hanya dengan kiper untuk menjebol gawang.
Namun jika MLS pun misalnya bagus, tapi bagaimana dengan Concacaf Champions League? Kalau Concacaf Champions League belum jadi barang yang ditunggu, ya gemerlap MLS pun tak sampai mendunia.
Branding
Apakah Arab Saudi sudah jadi branding kuat untuk sepak bola? Sepertinya jauh dari kata belum. Tapi yang ingin saya katakan, Brasil memiliki branding kuat di sepak bola. Semua orang yang paham bola sangat paham bahwa Brasil adalah negara sepak bola.
Semua orang juga paham bahwa permainan Brasil dikenal indah. Argentina juga memiliki branding sepak bola yang memadai. Tapi bagaimana kompetisi lokal mereka? Saya yakin Liga Argentina, Liga Brasil cukup bagus. Tapi gema dua liga itu tidak sampai mendunia. Mereka liga Brasil dan Argentina tak semenyedot perhatian liga di Eropa.
Nah, Eropa adalah kawasan yang bisa membranding negara dan liganya sebagai tempat yang bagus untuk iklim sepak bola. Sementara, negara kuat di Amerika Selatan terbranding sebagai negara sepak bola, tapi liganya tidak terbranding dengan baik.
Bahkan ajang sekelas Coppa Amerika saja tidak terbranding dengan baik. Padahal, Copa Amerika adalah ajang para pemain berkelas di Amerika Selatan.
Beberapa waktu lalu, China berusaha untuk membranding diri dengan kompetisi yang dituju para pemain bintang. Tapi kontinuitas branding itu tidak berjalan baik. Sekarang pun tidak terlalu menonjol pemberitaan tentang Liga China.
India juga sempat membranding diri melalui  India Super League. Para pemain kawakan pun ditarik ke ISL yang kompetisinya kala itu tak memiliki sistem degradasi. Tapi, tetap saja sulit melakukan branding seperti negara kawasan Eropa.
Pemain Tua
Apa yang bisa diharapkan dari pemain yang sudah tua? Memang mereka punya nama. Tapi apakah mereka bisa menaikkan level liga? Bisa saja, tapi sulit maksimal.
Apa nikmatnya menonton pemain bola yang hanya jalan-jalan di lapangan? Apa enaknya melihat superstar tua yang jika tak diberi bola lalu ngambek?
MLS di Amerika Serikat sudah lebih dahulu jadi jujugan pemain tua. Ibrahimovic, David Villa, Wayne Rooney adalah segelintir pemain tua yang pernah main di MLS.
Tapi sampai sekarang MLS belum bisa menyaingi Eropa. Padahal usia MLS mungkin hampir 30 tahun. Sebab, seingat saya MLS ada setelah Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat.
Nama Besar Klub
Apakah klub di Arab Saudi punya nama besar? Tentu saja punya. Tapi apakah namanya mendunia karena prestasinya mendunia? Tidak.
Hanya satu Al Hilal yang jadi runner up Piala Dunia Antarklub 2023. Tapi ya hanya itu status tertinggi. Ronaldo main di MU maka ada pertalian antara klub bersejarah dunia dengan pemain hebat. Tapi ketika Ronaldo main di Al-Nassr, maka status MU tak bisa disamakan dengan Al-Nassr.
Jadi, agak sulit (menurut saya) membuat Saudi jadi kiblat sepak bola dunia.
Fanatisme?
Saya tak terlalu paham dengan fanatisme. Apakah orang Arab Saudi yang kaya raya itu memiliki fanatisme membara seperti orang Indonesia, Argentina, Italia bagian selatan, orang Catalan dengan Barcelonanya? Jika fanatisme dan gemerlap suporter lemah, makin sulit bagi Liga Arab Saudi untuk mencuat ke atas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H