Karim Benzema resmi bergabung ke klub Arab Saudi, Al Ittihad dengan gaji Rp3,1 triliun per musim. Penyerang berumur 35 tahun itu mengakhiri cerita indahnya di Real Madrid. Benzema juga menjadi bagian cerita dominannya pemain yang lahir di paruh akhir dekade 80-an. Hingga akhirnya pemain yang lahir di awal dekade 90-an, tenggelam. Â
Aku tak akan menulis tentang Al Ittihad dan prestasi Benzema bersama Real Madrid. Tapi ingin menulis bagaimana Benzema dan para pemain angkatannya sangat dominan dalam dunia sepak bola belasan tahun terakhir.
Yang aku maksud Benzema dan seangkatannya adalah mereka pemain yang lahir di paruh akhir dekade 80-an. Siapa saja mereka? Tentu saja yang terdepan adalah Lionel Messi (1987) dan Cristiano Ronaldo (1985). Sebab, mereka adalah yang menguasai status sebagai pemain terbaik dunia dalam banyak tahun.
Sejak 2008 sampai 2017, Messi dan Ronaldo bergantian menjadi pemain terbaik dunia. Tahun 2018, muncul Luka Modric karena aksi briliannya di Piala Dunia 2018. Modric adalah pemain kelahiran 1985. Kemudian muncul dua nama lain yang belakangan mencuat ketika sudah berumur.
Dua nama itu adalah Robert Lewandowski (1988) dan Karim Benzema (1988). Lewandowski dua kali menjadi pemain terbaik dunia versi FIFA. Sementara, Benzema sekali menjadi pemain terbaik dunia versi Ballon d'Or.
Sejak tahun 2008 sampai 2022, hanya ada empat nama pemain yang menjadi terbaik dunia versi Ballon d'Or yakni Messi, Ronaldo, Modric, dan Benzema. Sejak 2008-2022, juga hanya ada empat nama pemain terbaik dunia versi FIFA yakni Messi, Ronaldo, Modric, dan Lewandowski. Sekadar catatan khusus dari tahun 2010 sampai 2015, penghargaan pemain terbia FIFA dan Ballon d'Or disatukan.
Maka, dari situ terlihat, dalam rentang waktu 14 tahun, pemain terbaik dunia menjadi dominasi mereka yang lahir di separuh akhir dekade 80-an. Mereka sangat dominan, khususnya Messi dan Ronaldo.
Imbas dari dominannya pemain kelahiran separuh akhir dekade 80-an, para pemain kelahiran awal dekade 90-an, terdepak, tenggelam. Jika pun mereka bagus, tidak sampai sangat bagus seperti pemain kelahiran paruh akhir dekade 80-an yang jadi terbaik dunia.
Mohamed Salah adalah salah satu contoh. Dia sempat sangat besar di masa awal bersama Liverpool. Salah yang kelahiran 1992, bahkan tak pernah masuk tiga besar terbaik versi Ballon d'Or. Salah hanya pernah menjadi terbaik ketiga versi FIFA.
Antoine Griezmann juga contoh lain. Dia kelahiran 1991. Pernah jadi andalan Atletico Madrid di masa kejayaannya dan pernah membawa Prancis juara Piala Dunia 2018. Griezmann juga pernah jadi pemain terbaik dan topskor Euro 2016. Tapi dia tak pernah jadi terbaik dunia.
Griezmann cuma dua kali menjadi terbaik ketiga di Ballon d'Or dan pemain terbaik FIFA. Ada banyak pemain kelahiran awal dekade 90-an yang tidak bisa menyeruak naik karena dominannya pemain kelahiran separuh akhir dekade 80-an.
Masih ada nama Sadio Mane (1992), ada juga Paul Pogba (1993) yang tak pernah jadi pemain terbaik dunia. Jorginho (1991) yang moncer sebentar, Kante (1992) yang hebat juga tak pernah menjadi terbaik dunia. Dybala (1993) yang dinilai sebagai next Messi, kini sudah 29 tahun dan tak pernah jadi terbaik dunia. Belum lagi Kevin de Bruyne (1991) yang juga tak pernah jadi yang terbaik di dunia.
Singkat kata, mereka yang lahir di awal 90-an tenggelam karena superiornya pemain kelahiran separuh akhir dekade 80-an.
Kini, banyak orang sepertinya sepakat bahwa monster baru sepak bola adalah Kylian Mbappe dan Erling Haaland. Mbappe kelahiran 1997 dan Haaland kelahiran 2000. Mereka sepertinya yang akan jadi penerus dominasi pemain terbaik dunia.
Regenerasi seperti melompat, dari Messi dkk ke Mbappe dkk. Nama-nama besar di masa Salah dkk, terlewati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H