Jadi kalau ditanya jawabannya relatif aman. "Kamu ikut ormas mana, Lebarannya?"
Tinggal jawab, "ikut pemerintah".
Jawaban itu berpotensi meringankan gesekan. Apalagi kalau orang awam ikut-ikutan yang dia tak paham, bakal lebih kacau lagi kena gesekannya.
Dari tipikalnya yang aku amati, orang awam ini hanya ingin hidup damai, bisa kerja, bisa beribadah, dan tak distempel macam-macam.
Maka, kehadiran pemerintah melalui sidang isbat adalah sebagai penetral. Coba bayangkan kalau tak ada sidang isbat, orang Islam yang awam ini bisa saja jadi komoditas, tarik sana, tarik sini. Kan ngeri....
Pelayanan Publik
Sepemahamanku, negara hadir untuk melayani. Negara melalui pemerintah harus melayani semuanya. Negara melalui pemerintah harus melayani mayoritas dan minoritas.
Melayani itu tidak untuk cari untung. Negara harus siap dan mau rugi untuk melayani warganya, sekalipun dia adalah warga minoritas.
Jangan hanya karena dalih berhemat, pelayanan tak dilakukan maksimal atau malah tak dilakukan. Kalau perspektifnya berhemat, KPK itu tak perlu ada karena setahuku pengeluarannya besar daripada uang yang diselamatkan dari korupsi.
Tapi melihat KPK tak bisa melihat dari kacamata untung rugi dan penghematan. Melihat KPK harus dalam perspektif pelayanan dalam hal penegakan hukum. Berapapun biayanya, pelayanan hukum harus dijalankan pemerintah.
Kembali ke masalah muslim awam. Aku tak tahu berapa orang Islam di Indonesia yang tak berormas. Tapi rabaanku, jumlahnya tidak sedikit. Apalagi daerah perkotaan yang orangnya super sibuk.