Aku pernah mengalami fase di mana tak mudik saat Lebaran. Selama lima Lebaran aku tak pulang karena satu dan lain hal.
Ibu (karena bapak sudah wafat) tak pernah menyampaikan secara terbuka kerinduannya padaku. Ibu malah bilang bahwa yang menanyakanku kenapa tak mudik saat Lebaran adalah guru ngajiku.
"Kamu dicari pak kiai saat Lebaran kemarin," kata ibuku. Pasti ibu rindu padaku, sebab aku juga rindu padanya. Tapi kami memang tak pernah berucap secara blak-blakan. Rindu kami akan terlihat dari sikap kami, bukan dari ungkapan terbuka.
Kadang dari ujung telepon, ibu bilang, "kalau kamu masih banyak kerjaan, ngga pulang ngga apa apa. Pulangnya setelah Lebaran saja," kata ibu.
Satu bulan sekali, aku berusaha memberi uang pada ibuku, walau tak seberapa. Sangat tak seberapa dan ibu beberapa kali bilang, "kamu ngga usah ngirimi aku," kata ibu yang mungkin paham anaknya dalam situasi berat.
Di masa lima tahun itu, aku merasa dalam fase hidup yang keras dan berat. Berulangkali aku ingin lepas dari belenggu kesulitan itu. Tapi tak pernah bisa.
Setiap hari, kepala berisi tentang beban-beban yang memberatkan. Aku selalu berdoa dan meminta kapan aku bisa lepas dari belenggu itu. Berpuluh kali berusaha keluar dari belenggu, tapi selalu gagal.
Sebuah fase hidup yang sangat berat. Tapi tak perlu aku ceritakan lebih rinci. Di sisi lain, aku pun merasa doaku untuk lepas dari belenggu tak juga dikabulkan.
Setelah lima Lebaran tak pulang, aku akhirnya pulang di Lebaran berikutnya. "Aku mudik," kataku lewat telepon pada ibuku. Lima tahun rindu itu terbalaskan. Tapi sekali lagi, kami tak pernah ekspresifkan dengan kata-kata tentang rindu itu.
Kemudian, saat Lebaran aku pulang. Bertemu dengan keluarga dengan ibu. Dan aku merasa bahwa satu hal yang membuatku sulit lepas dari belenggu karena aku tak bertemu ibu di hari kemenangan.
Sebab, setelah mudik itu, nasibku berubah. Semua yang aku inginkan terkabulkan, tanpa terkecuali. Belenggu itu lepas satu demi satu.
Lebaran berikutnya, ketika nasib hidupku lebih baik, aku kembali mudik. Tak ada yang bisa membendungku untuk mudik. Aku ingin kembali bertemu ibu. Dia pasti bahagia lihat aku pulang. Dan itu menjadi Lebaran terakhir dengan ibuku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H