Zaman sudah berubah. Semua nyaris serba digital dan lebih mudah. Masih perlukah membangunkan orang sahur dengan cara berkeliling kampung dengan tetabuhan atau bunyi-bunyian?
Dulu saat aku masih kecil, ritual keliling kampung membangunkan orang untuk sahur sering aku lakukan. Tentunya aku melakukan aktivitas di dinihari gelap itu dengan anak kecil lainnya.
Kami memukul kaleng, bambu, dan apa saja untuk membuat pukulan-pukulan berirama. Tapi lebih sering pukulan tak berirama. Kami teriak semampunya. "Sahuuuur, sahuuur."
Di masa itu di tahun 80-an, tak ada telepon genggam. Bahkan di kampungku nyaris tak ada yang punya jam dinding berbunyi atau jam alarm.
Artinya, keberadaan anak-anak keliling membangunkan orang sahur sepemahamanku masih diperlukan karena minimnya alat pembangun. Maka, ketika pukul 03.30, ada pukulan kaleng, bambu, dan lainnya, besar kemungkinan orang akan bangun.Â
Zaman itu, pengakuan hak individu juga belum kuat. Apalagi, di kampung-kampung sekitarku cenderung homogen dalam hal keyakinan.
Kini?
Kini, masa sudah digital. Sudah ada HP. Banyak yang punya jam alarm atau sejenisnya. Tinggal set alarm, maka bisa bangun sahur. Apalagi jika alarm dekat dengan telinga.
Intinya sekarang lebih mudah. Secara fungsi, cara tradisional membangunkan orang sahur dengan keliling kampung, sudah  bisa digantikan dengan HP, jam alarm, dan lainnya.
Tak ada lagi perdebatan  bahwa cara tradisional itu bisa digantikan dengan cara modern. Kecuali untuk daerah yang memang terpencil dan jauh dari cakupan digital. Maka cara tradisional masih bisa dilakukan.