Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kilas Balik Pilkada Jateng 2018: Saat Ganjar "Harus" Gandeng Santri

3 Maret 2023   05:37 Diperbarui: 3 Maret 2023   05:35 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taj Yasin Maemun. (foto: kompas.com/ika fitriana)

Pilkada Jawa Tengah (Jateng) 2018 memunculkan fenomena baru. Setelah dua pilkada sebelumnya PDIP percaya diri dengan mengusung calon nasionalis+nasionalis, maka di Pilkada 2018, PDIP mengusung nasionalis+agamis. Bagaimana dengan Pilkada Jateng 2024 nanti? Kita lihat saja ya.

Menengok ke 2008 dan 2013, calon PDIP di Pilkada Jateng adalah kombinasi nasionalis+nasionalis. Di Pilkada Jateng 2008, PDIP mengusung Bibit Waluyo-Rustriningsih. Di Pilkada Jateng 2013, PDIP mengusung Ganjar Pranowo-Heru Sudjatmoko.  Sementara, hal berbeda terjadi di Pilkada 2018. PDIP memutuskan mengusung Ganjar Pranowo-Taj Yasin Maemon. Taj Yasin adalah putra dari ulama kharismatik KH Maemun Zubair yang kini telah tiada. Taj Yasin merepresentasikan santri dan juga kelompok agamis.

Mengapa PDIP bisa berubah begitu? Saya hanya menduga saja. Jadi, itu adalah efek dari Pilkada DKI Jakarta setahun sebelumnya. Pembelahan terjadi dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. PDIP dengan Ahoknya, menjadi musuh bagi sang lawan yang dipersepsikan sebagai kelompok "agamis". Di Pilkada 2017, PDIP kalah.

Kemenangan di Jakarta sepertinya ingin dicopy-paste oleh kelompok pengusung Anies Baswedan untuk Pilkada lainnya. Saat Pilkada Jateng 2018, sosok yang muncul dari kelompok pengusung Anies adalah Sudirman Said. Sudirman Said diusung oleh Gerindra dan PKS, dua parpol yang mengusung Anies di Jakarta.

Kala itu, Sudirman digadang akan menggandeng salah satu putra KH Maemun Zubair yakni Abdul Ghofur Maemun yang merupakan kakak dari Taj Yasin. Tapi, kabar yang beredar, Sudirman kalah cepat dengan Ganjar. Sehingga, Ganjar mampu menggandeng Taj Yasin.

Pada akhirnya, Sudirman Said menggandeng Ida Fauziyah. Ida adalah politikus PKB yang ada di DPR RI. Ida sebenarnya bukan orang Jawa Tengah, tapi Jawa Timur. Mungkin karena dia representasi dari agamis dan PKB, kemudian digandeng Sudirman.

Perlu diketahui, PKB memiliki suara yang cukup bagus di Jawa Tengah. Di Pemilu 2014 atau empat tahun sebelum Pilkada 2018, PKB ada di posisi tiga di Jawa Tengah di bawah PDIP dan Golkar. Maka, menggandeng Ida sepertinya adalah cara bagi Sudirman untuk menggaet suara kalangan Islam tradisional di Jawa Tengah.

Setelah pencalonan, survei pada Sudirman-Ida, sangat rendah. Keterpilihan pasangan itu hanya di kisaran 10 sampai 15 persen. Tentu saja, sang petahana di atas angin. Tapi, cara-cara di Jakarta coba untuk diaplikasikan di Jawa Tengah.

Salah satu yang jadi senjata Sudirman untuk menyerang Ganjar adalah program kartu tani. Progam itu oleh Sudirman dinilai gagal dan menyusahkan. Hari demi hari, tingkat keterpilihan Sudirman-Ida makin membengkak.

Pada akhirnya, Ganjar memang tetap menang. Tapi tengoklah suara yang diraup Sudirman-Ida di Pilkada 2018, mereka mendapatkan 41 persen. Melesat jauh daripada saat awal pencalonan.

Mungkin sejak mula, PDIP sudah memikirkan kemungkian "lawan" mengcopy-paste cerita di Jakarta untuk diterapkan di Jawa Tengah. Misalnya, cara-cara kampanye menggunakan pendekatan agama Islam. Karena itu, PDIP tak lagi mengusung nasionalis+nasionalis, tapi nasionalis+agamis.

Satu hal yang juga berbeda dari Pilkada sebelumnya dari PDIP adalah bahwa mereka tak lagi sendiri. Di Pilkada 2008 dan 2013, PDIP sendirian. Tapi di 2018, PDIP berkoalisi dengan PPP dan yang mengejutkan juga berkoalisi dengan Demokrat.

Padahal, di pusat, PDIP dan Demokrat cenderung tidak mesra. Tapi, kedua parpol itu berkoalisi di Pilkada Jateng 2018. Selain dengan kedua parpol itu, ada juga Perindo, NasDem, Golkar, PSI yang mendukung Ganjar.

Maka, menarik untuk ditunggu bagaimana dinamika jelang Pilkada Jateng 2024. PDIP sebagai parpol besar di Jateng apakah akan mengusung nasionalis+nasionalis atau kembali seperti 2018? Sepertinya, pilihan itu akan melihat bagaimana geliat Pemilu 2024 nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun