Tapi, mengerikan sekali aku melihatnya saat mereka saling bertarung dengan senjata tajam. Darah mengalir seperti air bah. Tapi, di antara mereka tak ada yang meninggal dunia.Â
Mereka berteriak kesakitan tapi sembari terus bertarung dengan pedang, dengan pisau, dengan parang.
"Ayo kita berhenti, ayo kita berhenti," teriak di antara mereka, tapi dengan tangan yang terus mengayunkna parang ke orang lain.
Yang lainnya pun berteriak yang sama. "Kita hentikan saja, perih sekali rasanya," tapi tangannya terus mengayunkan pedang ke arah yang lainnya.
"Aku tersiksa. Aku perih, mari kita berhenti," teriak Salim yang tiba-tiba aku lihat. Salim meneriakkan itu sembari terus mengayunkan celuritnya.
Mereka tak berhenti saling menyakiti, sekalipun mulut mereka terus ingin berhenti. Mereka tak juga mati sekalipun darah sudah memerahkan sungai. Aku melihatnya sendiri. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Aku tak berbohong. Sungguh!
Aku baru sadar, aku sudah terlalu banyak cerita padamu, banyak bicara padamu. Sesuatu yang tak pernah aku lakukan sebelumnya. Maafkan aku...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H