Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dua Penyakit Dunia Sekolah yang Meluntur

12 Juli 2022   06:01 Diperbarui: 12 Juli 2022   07:08 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak kembali ke sekolah setelah libur panjang. Jika ingat sekolah hari pertama, ingat tentang fenomena sekolah masa lalu. Dari pengalamanku, ada dua penyakit di dunia sekolah yang mulai meluntur. Di masa kini, penyakit itu, setidaknya setahuku, tidak terlalu mencolok. Tapi entah jika di daerahmu.

Penyakit pertama sekolah masa lalu adalah berburu bangku belakang di hari pertama sekolah. Jika hari pertama sekolah, anak-anak berangkat agak pagi bahkan pagi sekali. Uniknya, anak-anak di masaku kala itu berangkat pagi untuk mendapatkan bangku belakang.

Termasuk aku, yang juga berburu bangku belakang. Jika pun tidak dapat bangku paling belakang, ya bangku nomor dua paling belakang. Kenapa itu dilakukan? Karena ada imajinasi jika bangku depan akan sering disuruh. Selain itu, bangku di depan juga sering kena tunjuk.

Dulu saat SMP, penentuan kelas dilakukan sepekan sebelum sekolah berangkat. Lalu, pengumuman itu ditempel di pintu kelas. Maka, sepekan sebelum sekolah berangkat, aku main ke sekolah melihat, aku masuk kelas apa? Maka, ketika hari pertama sekolah aku tak perlu mencari lagi pengumuman dari satu pintu kelas ke pintu kelas lainnya masuk kelas apa. Cukup berangkat pagi dan berburu bangku belakang.

Fenomena berburu bangku belakang mulai luntur saat SMA. Sebab, mulai diberlakukan pindah bangku tiap hari. Setiap hari berputar pindah bangku sekolah. Imbasnya, tak ada yang selalu di belakang. Paling hanya anak bandel yang terus di belakang.

Fenomena berburu bangku di belakang ini menurutku memang tak bagus. Tak melatih mental anak-anak. Mental salah satunya adalah ketika berani di depan. Nah, berburu bangku belakang ini akan mengurangi daya kompetisi anak.

Di masa kini, ketika anakku sudah sekolah, juga diberlakukan rotasi bangku. Jadi, bangku dirotasi tiap pekan. Pekan ini di bangku belakang, pekan depannya di bangku depannya, dan seterusnya.

Penyakit kedua sekolah di masa lalu adalah membuli teman. Pembulian dengan memanggil si teman dengan nama bapaknya. Entah mengapa fenomena memanggil nama bapak itu bisa muncul di masa lalu. Maka, anak-anak di masa lalu akan menyembunyikan nama bapaknya.

Rapor dan segala tetek bengek yang ada nama bapak, akan dijaga. Jika direbut teman dan ketahuan nama bapaknya, maka pembulian berlangsung. Repotnya, jika di luar sekolah memanggil nama teman dengan nama sang ayah. Memanggilnya di depan rumah pula, wadeuh!

Fenomena memanggil nama teman dengan nama bapak ini tentu bisa meruntuhkan kepercayaan diri. Apalagi jika memanggil nama bapak dimaknai sebagai pelecehan. Sedang asyik-asyiknya cari perhatian si dia, eh dipanggil nama bapak. Repotnya lagi, yang sedang dideketin, manggil kita dengan nama bapak pula. Hmmmm.

Fenomena memanggil nama teman dengan nama bapak sepertinya luntur di masa kini. Anak sekarang cenderung tidak membuli seperti itu. Jadi namaku pun relatif tak sering tak dipanggil teman anak-anakku.

Zaman yang telah berubah telah mengubah orientasi anak-anak kala sekolah. Ya ada baiknya juga. Tapi ada  buruk lain fenomena sekolah zaman now yang tak muncul di sekolah zaman lalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun