Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makan dengan Memperlihatkan Mulut Menganga

1 Juni 2022   07:12 Diperbarui: 1 Juni 2022   07:16 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi. Foto: louis hansel dipublikasikan kompas.com

Dulu makan tidak boleh sembarangan. Setidaknya itu yang aku pahami. Makan tidak boleh seperti kuda, yakni mengunyah makanan dan berbunyi seperti kuda saat makan.

Makan pun tak boleh mempertontonkan secara sengaja bagaimana mulut menganga dan menyantap makanan. Misalnya di hadapan orang lain, mempertontonkan mulut menganga dan makan. Jadi orang lain dipaksa melihat mulut yang menganga.

Dua itu saja tentang kesopanan zaman dahulu di tempatku. Aku tentu tak bisa memukul rata bahwa adab makan di semua tempat di Indonesia pada masa lalu sama seperti tempatku.

Maka, dengan balutan masa lalu seperti itu, kadang aku berpikir ketika ada orang makan dan memperlihatkan mulut yang menganga. Aku lihat itu di televisi. Di depan kamera memperlihatkan mulut menganga. Ya secara tidak langsung memaksa pemirsa melihat mulut menganga. Dalam hati, "kok begitu ya?"

Tapi aku langsung berpikir dari sudut pandang lain. Bisa jadi, di tempat lain ada kebiasaan makan dengan mulut yang menganga di depan orang.

Mungkin saja, bagi mereka adalah hal biasa. Bisa saja saya yang terlalu baperan. Bisa saja saya yang terlalu menggeneralisir bahwa semua tempat memiliki adab sama pada masa lalu tentang makan.

Tapi bisa saja cara makan orang memang berubah. Dulu seperti tempatku, kini seperti TV. Kini memang saatnya makan dengan eksploitatif? Atau bisa saja kini makan sesuai dengan selera pasar?

Jadi, jika makan sembari menganga itu disukai pasar, ya itulah faktanya. Mungkin begitu? Entahlah.

Tapi yang aku tahu, pasar itu sering berbenturan dengan nilai. Bagi penganut pasar, mereka menggunakan kata "terobosan" atau "out of the box" sebagai landasan. Bagi penganut pasar, maka keuntungan adalah yang utama. Tujuan untung yang dibalut dengan selimut konsep macam-macam. Ya intinya tetap saja cari untung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun