Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Miliarder Dadakan Tuban, Tak Perlu Menyesal Berlarut-larut

26 Januari 2022   15:02 Diperbarui: 26 Januari 2022   15:05 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah keputusan telah membuat banyak orang di Tuban kaya raya beberapa bulan yang lalu. Mereka menjual tanahnya ke Pertamina. Tapi kini, sebagian mereka mengaku menyesal.

Beberapa bulan lalu ramai soal kampung miliarder. Banyak warga yang punya mobil baru. Ternyata mereka baru saja menjual tanah ke Pertamina. Kaya mendadak dan jadi berita.

Tapi kini, sebagian warga menyesal karena tak lagi punya penghasilan. Dulu mereka bisa mendapatkan uang setelah bertani. Tapi kini? Tak ada lagi uang. Bahkan, janji dipekerjakan di Pertamina tak jadi nyata.

Lalu bagaimana? Ya tak perlu menyesal berlarut-larut. Keputusan hidup sudah dibuat berbulan lalu dengan menjual tanah. Walau penjualan itu terjadi salah satunya karena rayuan maut pihak tertentu agar tanah dijual.

Tapi, sudahlah. Tak perlu membahas yang lalu terlalu dalam dan lama. Faktanya kini, tak punya lagi tanah dan tak ada penghasilan seperti dulu. Ya sudah tinggal menjalankan yang sudah ada.

Mungkin bagaimana berpikir agar bisa tegak berdiri. Berangkulan bersama memikirkan bagaimana cara mendapatkan uang yang halal ketika tak lagi punya lahan.

Jika mau menagih janji kerja di Pertamina ya silakan saja. Tapi, perlu diingat bahwa hidup di negeri ini, sering makan janji. Berapa kali kita dijanjikan, tapi tak jadi kenyataan?

Janji dapat kerja, janji daerah lebih baik, janji ini, janji itu. Janji yang pada akhirnya jika terus dituntut seperti memukul angin, melelahkan dan sia-sia.

Maka orang-orang kecil, terpinggirkan, korban janji, harus tetap berdiri. Harus menatap hidup ke depan. Harus berpikir positif bahwa rezeki sudah diatur, tinggal bagaimana memantaskan diri sebagai manusia yang terus berusaha.

Menyesali yang sudah terjadi sebagai sebuah refleksi tentu perlu. Agar ke depan kita dan orang-orang yang hidup setelah kita tak terjebak pada kubang yang sama. Tapi sesal cukup sebagai refleksi, tak perlu berlarut-larut. Sesal yang berlarut-larut hanya bikin pikiran kalut, hanya bikin sakit diri. Tak ada guna menyakiti diri sendiri.

Bangkit dan berangkulan karena dengan bersama, ada potensi punya banyak solusi. Maaf jika tulisan ini sangat menggurui.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun