Saya sedih ketika melihat seorang ayah dipressure tinggi di lingkungan kerjanya. Saya sedih ketika si kepala keluarga ini dihajar secara mental dan psikologis oleh atasannya.
Mengapa saya sedih? Ya karena ada potensi efek lanjutan dari tekanan itu. Entah pengamatan saya berlaku universal atau tidak, tapi biasanya seseorang akan menumpahkan emosi pada mereka yang lemah.
Jika orang marah besar, biasanya mereka akan menumpahkannya pada yang lemah. Jarang ada bawahan menumpahkan kemarahan pada atasannya. Jarang ada orang menumpahkan kemarahan pada mereka yang punya power besar di masyarakat.
Nah, jika seorang ayah dipressure keras, maka yang lemah akan kena getahnya. Siapa yang lemah? Ya pastinya anak di rumah. Apalagi saat anaknya mulai tumbuh dewasa. Si anaklah yang kena getahnya.
Bisa saja si anak yang biasanya tidak diapa-apain jadi kena damprat si ayah. Sebab, si ayah sudah ditekan habis di lingkungan kerja atau lainnya.
Mereka si ayah yang ada di level menengah bawah dalam lingkungan kerja, berpotensi mengalami hal itu. Ditekan atasan kemudian berdampak pada anak-anaknya.
Ada beberapa potensi tekanan di dunia kerja. Salah satunya adalah ditugaskan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani. Jika menolak khawatir tentang masa depan kerjanya. Jika menerima maka bertentangan dengan nuraninya.
Maka para ayah, jika tertekan, usahakan kontrol dengan baik. Cara mengontrol tergantung pada diri masing-masing. Ada yang mengontrol tekanan dengan melihat lingkungan hijau. Ada yang mengontrol tekanan dengan hobi. Ada yang mengontrol tekanan de ngan olahraga.
Kontrollah tekanan itu sehingga emosi tak meletup pada yang lemah alias si anak. Jika sampai meletup dan korbannya si anak, maka bisa berdampak pada masa depan anak.
Tentu tulisan ini bukan untuk menggeneralisir bahwa semua ayah pasti tertekan dalam kerjanya. Mungkin malah ada yang menikmati kerjanya.
Tulisan ini hanya cerita tentang kemungkinan dan dampaknya. Semoga ayah-ayah yang sedang ditekan, bisa menemukan kontrol diri yang baik sehingga tak meletup mengerikan.
Pada yang biasa menekan ayah, berpikirlah ulang bahwa dampaknya bisa ke keluarga. Kecuali yang menekan adalah si ibu. Itu boleh saja. Mau diulangi berkali-kali juga tak masalah. Asal staminanya cukup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H