Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bang Ipul, KPI, dan Merenungi Ketidakpatutan

11 September 2021   06:40 Diperbarui: 11 September 2021   06:41 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu bagaimana KPI? Komisi Penyiaran Indonesia yang tugasnya ngawasi TV itu mengatakan, Bang Ipul bisa masuk TV untuk memberi edukasi bahaya kekerasan seksual. Komentar KPI melalui ketuanya ini langsung disambar warganet. Protes muncul ke Ketua KPI. Salah satu yang saya baca, masa edukasi bahaya kekerasan seksual diungkap oleh pelaku kekerasan seksual?

Saya juga tak sepakat jika orang yang baru keluar dari lembaga pemasyarakatan disambut sebegitu rupa dan masuk ke ranah publik melalui televisi. Apalagi sampai dikalungi bunga. Kan lucu juga. Lain ceritanya, kalau mereka yang baru bebas dari lembaga pemasyarakatan hanya disambut keluarganya dan tangis haru bahagia karena lama tak bertemu dan tak muncul di televisi, saya pikir tak masalah.

Sekali lagi yang saya tak sepakat, Bang Ipul yang bebas dari penjara dipublikasikan dengan kalungan bunga, mirip seperti juara. Bagi saya itu tidak patut. Tak patut mempublikasikan melalui media publik menyambut Bang Ipul seperti itu. Harusnya atas nama kemanusiaan, tahan diri agar tak memperlakukan Bang Ipul seperti itu. Harusnya atas nama kemanusiaan, tahan diri agar Bang Ipul tak menonjolkan diri seperti itu.

Bolehkan Bekas Penjahat Jadi Motivator atau Pendakwah?

Kalau pertanyaan seperti itu, akan saya jawab boleh. Namun, harus ada waktunya. Tidak bisa seseorang yang kemarin jadi penjahat, hari ini langsung jadi pendakwah. Harus ada waktu yang dilakukan eks penjahat itu. Waktu yang dilakukan untuk membuat rekam jejak yang baik, diterima masyarakat sepenuhnya, dan kemudian mengajak kebaikan.

Semakin berat kejahatan yang pernah dia lakukan, maka semakin berat dia meyakinkan masyarakat. Semakin berat kejahatan yang dia lakukan, maka semakin berat dia membuat rekam jejak kebaikan.

Istilahnya, mereka yang melakukan kejahatan tingkat berat, maka harus berbuat kebaikan berlipat-lipat untuk meyakinkan masyarakat bahwa dia sudah berubah. Membuat kebaikan berlipat-lipat itu membutuhkan waktu.

Jadi, seorang mantan penjahat bisa saja jadi motivator. Tapi, dia harus bisa membuat rekam jejak yang baik sehingga bisa diterima masyarakat. Tidak tiba-tiba dari penjahat kemudian jadi motivator. Itu tidak patut, nanti malah jadi bahan lelucon.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun