"Hei legenda..." teriak Pak Ali.
"Ali!!" seru bapak.
Aku memilih menepi dan membiarkan dua pak tua melepas rindu. Aku tak mau mendengarkan romantisme bergelayut di antara mereka. Mereka terlihat berpelukan dan Ali meneteskan air mata.
Pertemuan itu selesai sudah dan bapak minta masuk stadion dengan dua tiket VIP. Agak repot memang mendorong kursi roda untuk bisa masuk stadion. Tapi agak lumayan ringan karena sudah ada lift di sana.
Pak Ali mengurus semuanya. Membukakan akses bagi kami. Lalu Pak Ali bilang kami disuruh menunggu di VIP saja sampai laga dimulai.
"Aku pulang, istriku sakit. Kau tonton saja sampai tuntas. Kau pasti rindu tempat ini," kata Pak Ali.
Bapak kembali berkaca-kaca dan menyelipkan amplop di saku Pak Ali. Ya, Pak Ali adalah orang yang setia merawat stadion. Orang yang setia mencintai stadion yang kini mulai megah. Pak Ali pergi, meninggalkan kami berdua di VIP.
"Ini masih jam 1 siang pak. Apa tidak terlalu lama kita di sini. Pertandingan nanti jam setengah 4," kataku.
"Kalau kau tak nyaman, silakan cari angina di luar. Aku mau di sini saja," kata bapak.
Aku sendiri bingung mau ke mana. Aku asing dengan tempat ini dan lingkungan ini. Ya sudah, aku duduk saja sembari tiduran.
***