Aku selalu bilang ke bapakku, bahwa hanya orang di kampung inilah yang mencintainya sepenuh hati. Bukan hanya karena dulu dia mengangkat nama kampung kami karena aksinya di lapangan hijau. Tapi, orang kampung kami menghargai mereka yang berjasa dan orang kampung kami memang orang-orang yang penuh cinta.
Di petang itu, menjelang suara panggilan Tuhan berhamburan, bapak untuk kali kesekian memintaku. Dia memintaku untuk membawanya ke stadion, 200 kilometer dari rumah kami. Stadion yang 20 tahun lalu sering menggemakan namanya.
Bapak, selalu berbicara soal kegembiraannya. Sedih dan senang di dunia sepak bola, di Star FC yang melegenda itu. Melegenda di seluruh negeri. Bapak lima musim jadi topskor, empat kali membawa Star FC juara nasional.
Bapak selalu berbicara bahwa setiap sudut kota, dipenuhi bendera Star FC. Coretan wajah bapak, ada di mana-mana, bukti sayang dan cinta bertalian di masa itu. Bapak masih ingat beberapa nama anak muda, yang kini jadi pentolan manajemen di Star FC.
Bapak, dengan segala romantismenya menjaga harapan dan kenangan. Bapak ingin merasakan sekali saja, namanya diungkapkan seluruh isi stadion. Bapak ingin kenangan itu kembali muncul sekali saja, sebelum jatah hidupnya usai.Â
Bapak yakin, ketika dia hadir di stadion, ribuan fans akan mendengungkan namanya. Sebuah harapan yang tak aneh karena bapak adalah legenda. Aku sendiri sebenarnya tak terlau antusias membawa bapak ke stadion.
Pertama, karena bapak sudah kepayahan. Dia harus memakai kursi roda. Kedua, dunia sudah banyak berubah. Tak ada pahlawan karena yang ada adalah uang. Aku pikir bapak tak terlalu mengerti soal itu. Dia hanya bicara cinta sepak bola dan Star FC. Â
***
Kami akhirnya datang ke stadion di hari H Star FC bermain. Kami sampai ke stadion setelah Zuhur usai. Masih panas tentunya. Tapi bapak benar-benar gembira. Dia memintaku mendorongnya mengelilingi stadion.
"Sudah banyak berubah," kata bapak.
Aku hanya diam saja menahan panas. Kami mengelilingi stadion saja. Bapak tentu merenda kenangan. Sementara aku, diam saja. Satu putaran kami lalui, muncullah Pak Ali, orang tua yang tersisa di stadion itu menghampiri bapak dengan suka cita.