Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Manajer

31 Juli 2021   14:40 Diperbarui: 31 Juli 2021   17:01 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Foto: streamuk dipublikasikan kompas.com

Aku harus melakukan ini. Aku harus meniatkannya. Dosa? Sudahlah aku redam dan tak mau memikirkannya. Aku melakukan semuanya juga untuk puluhan orang di tim.

***
Semua orang di kabupaten sorak sorai. Selangkah lagi, Star FC akan melenggang ke kasta tertinggi. Riuh rendah di kota tak keruan, tak bisa dibendung.

Kami tinggal main dua kali kandang tandang, kemudian jika menang, kami ke kasta tertinggi sepak bola nasional. Aku melihat jalan itu tinggal sejengkal lagi. Apalagi, kami diisi para pemain petarung.

Di tengah bahagia di kota, mungkin tinggal aku yang pusing tujuh keliling. Uangku sudah menipis untuk membiayai Star FC. Usahaku memang sangat lancar. Tapi nyaris semua pendapatan aku alirkan ke Star FC.

Kacau!

Aku tak mau mempertaruhkan nasib karyawanku untuk kepentingan Star FC. Aku tak mau mempertaruhkan anak-anakku untuk Star FC.

Aku harus cari uang untuk membiayai Star FC. Sialnya, para pengurus Star FC itu mirip maling ayam yang bersembunyi. Sebanyak 90 persen menghilang, menyisakan aku dan dua staf. Dua staf ini yang tak punya pendapatan selain dari Star FC.

Aku meniatkan diri menyambangi bupati. Menurutku, bupatiku ini mau diajak ngobrol, terbuka, seperti teman. Aku dijamu di ruang kerjanya.

"Pak tolonglah kami," kataku tanpa ba bi bu. Aku sudah merasa bupati adalah bapak kami. Aku menghela napas setelahnya, lalu menyeruput kopi.

"Lho, ada apa Man," kata bupati terkaget kaget.

"Kami butuh Rp 500 juta untuk gaji dan segala tetek bengek jelang final. Aku sudah tak sanggup lagi membiayai sendirian," kataku.

"Pengurus ke mana?" Kata bupati.

"Ah, mereka sampah. Hanya muncul di saat pembentukan tim dan konferensi pers. Setelahnya menghilang. Sampah. Jangankan uang, diajak ngobrol pun selalu cari alasan," kataku.

"Pak Sani, ketua umum?" tanya Bupati.

"Ah, dia selalu beromantisme soal masa lalunya sebagai pemain nasional yang hanya main sekali itu. Pelitnya minta ampun. Selalu bilang perjuangan, duit saja tak mau beri. Aku seperti dijebak. Aku bisa saja lari dari tanggung jawab. Tapi aku tidak tega dengan para pemain. Apalagi mereka kebanyakan dari keluarga pas-pasan," kataku panjang lebar tanpa jeda.

"Man, tapi kau tahu sendiri. Dana daerah tidak bisa untuk sepak bola profesional," kata Bupati.

"Ya, aku paham. Tapi bapak bisa menggerakkan orang berduit untuk membantu kami. Perusahaan di sini kan ada 20 an skala nasional. Tariklah mereka. Bapak kumpulkan dan minta bantuan," kataku.

"Ya ngga semudah itu Man. Aku tinggal 6 bulan lagi. Jabatan selesai. Tak bisa maju bupati lagi. Mereka para pengusaha itu sudah dipagari sama Santo. Santo kan mau nyalon. Calon kuat pula. Para pengusaha sudah cari ancang-ancang agar dekat dengan bupati selanjutnya. Pengusaha  paling cuma kamu, Niam, dan Karjo yang tak didatangi Santo kan. Santo tahu kalian tidak bisa dibeli," kata bupati.

Aku mulai kusut. Ah sial sekali. Aku tahu Santo pelitnya minta ampun. Dia memang pintar dan terkenal. Tapi pelitnya minta ampun.

***
Jika kami juara, akan dapat Rp 300 juta. Itu sangat tak mencukupi. Sekali lagi, aku sudah habis-habisan. Aku tak mau mengorbankan karyawanku dan anakku untuk Star FC.

Tak mungkin aku merogoh kocek lebih dalam demi Star FC. Nanti karyawanku mau digaji apa. Nanti keperluan keluargaku bagaimana. Aku merasa sudah buntu. Sudahlah aku lakukan saja jalan terakhir.

Saat temu manajer, aku lihat manajer Torpedo FC, calon lawan kami sangat cerah. Dia ceria. Padahal aku tahu bahwa Torpedo bakal kami hajar.

Aku coba bicara berdua baik-baik. Ah, aku bersyukur karena dia mau deal denganku. Aku minta Rp 1 miliar dan agar sebagian pemainku diambil Torpedo musim depan. Aku beri empat pemain terbaik dan berkelas. Kalau pelatih kami? Ah sudahlah. Dia sudah bisa keliling mencari klub sendiri.  

Deal!

Kini tinggal bagaimana aku menyiasati para pemain petarung dan jujur itu agar kalah. Aku tentu tak bisa menyuruh mereka untuk ngalah. Aku juga tak enak meminta ke pelatih. Paling aku tinggal memakai orang luar. Sudah sip.

***
Beberapa menit setelah laga usai media membahas kekalahan kami secara besar-besaran. Berita online besar-besaran mengekspose kekalahan kami. Khususnya bagaimana bisa empat pemain kunci Star FC tiba-tiba sakit berapa jam sebelum laga leg kedua.

Kemenangan 3-0 di leg pertama pun buyar karena leg kedua kami kalah 0-5. Aku tentu jadi sasaran pencari berita. Ya simpel saja. Aku pasang muka garang.

Dua jam setelah pertandingan, aku adakan konferensi pers. "Kami minta panpel dan federasi mengusut ini. Bagaimana ceritanya pemain kunci kami bisa tiba-tiba sakit seperti orang keracunan. Apakah ini konspirasi?" Kataku.

Komentarku langsung dibalas manajer Torpedo FC. Kami sama-sama berkomentar garang. Tentu saja hanya main-main karena kamilah aktornya.

***
Aku lega, uang Rp 1 miliar plus Rp 150 juta sebagai runner up aku bagi ke semua unsur tim, sekaligus pembubaran tim secara sederhana. Sangat sederhana acaranya.

Di situ Pak Sani memintaku untuk kembali jadi manajer. Tapi aku tak mau terjebak dua kali pada lubang yang sama. Dimanfaatkan duit dan tenaga, lalu ditinggal sendirian.

Aku bilang, lebih baik Pak Sani saja yang handle langsung Star FC. Tapi dia beretorika panjang lebar soal masa lalu dan sudah tua.

Lalu, tiba-tiba Santo muncul dan mengucapkan selamat. Dia mau mendanai Star FC dan sekaligus menjadikan adiknya sebagai manajer. Santo juga mau agar Pak Sani istirahat, tak perlu jadi ketua umum. Santo ingin jadi ketua umum. Mau pilkada ya lumayan jadi ketua umum klub sepak bola yang sedang moncer.

Pak Sani bersungut-sungut. Dia tak mau disingkirkan. Dia merasa masih punya hasrat untuk menyuruh nyuruh, untuk jadi ketua umum. Tapi Pak Sani dimakan omongannya sendiri bahwa dia sudah tua. 

Santo tentu terus mengatakan bahwa klub perlu peremajaan, termasuk ketua umum. Lagipula Star FC bukan kerajaan. Star FC milik masyarakat, jadi ganti ketua umum tak masalah. 

Hehe, aku pulang saja. Aku lega. Biarkan para manusia brengsek itu berantem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun