Nah, beberapa bulan kemudian, kelompok Mad Karmo ingin membuat gardu kecil di area "milik" Mad Sarmo. Geger lagi karena pihak Mad Sarmo menolak mentah-mentah.
"Arogan sekali kubu Mad Sarmo. Ini kan tanah desa, gardu ini juga untuk kepentingan bersama. Membuat hal baik di tanah milik Tuhan masak dilarang," kata Toni, dari kelompok Mad Karmo.
Tino, kembaran Toni dari kelompok Mad Karso unjuk suara. "Kamu jangan rabun sejarah Ton. Kelompokmu saja juga menolak saat kami akan melakukan baris-berbaris. Itu kan tanahnya Tuhan. Kini kami boleh dong melakukan hal serupa," kata Tino.
Wah kampungku melelahkan pokoknya. Lebih lebih dunia maya juga digunakan untuk saling serang. Tapi memang tak pernah ada pertumpahan darah.
Aku yang cerita saja pusing. Sebab, kampungku banyak sekali orang kembar. Mereka yang kembar itu tak ada satu pun yang satu kelompok. Wajah mirip tapi beda kubu.
Mereka merasa besar dengan merendahkan kelompok lain. Ya kalau merasa besar harusnya pede saja tanpa membandingkan dengan kelompok lain. Kalau membandingkan ya berarti tak pede.
Lelah pokoknya di kampungku. Tapi aku mau pindah kampung, di kampung lain lebih parah. Bukan hanya kubu-kubuan, tapi darah sudah menetes di banyak tempat. Ya sudah. Asal tak sampai rusuh fisik, hidup di kampungku aman aman saja. Paling ya tutup telinga rapat-rapat biar tidak stress.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H