Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ini Satu Pelajaran Penting dari Pak Tjiptadinata dan Bu Roselina

5 Januari 2021   15:12 Diperbarui: 5 Januari 2021   15:36 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua sosok ini cukup membekas dalam rentetan coretan saya di Kompasiana. Sebab, keduanya adalah sosok yang paling sering menyapa.

Ya, menyapa. Itulah satu pelajaran penting dari Pak Tjiptadinata dan sang istri, Bu Roselina. Di fase pertama saya berkompasiana pada 2017 sampai 2018, saya memang jarang jalan-jalan. Saat itu, saya hanya ingin menulis dan menulis.

Pada fase kedua di Kompasiana, sejak Maret 2020, saya mulai sering jalan-jalan. Melihat tulisan kompasianer yang lain. Selain itu memberikan jejak. Tentu tak selalu, tapi seingat saya cukup sering.

Dari rutinitas itu, muncullah Pak Tjiptadinata dan Bu Roselina yang gemar menyapa di kolom tulisan saya. Tentu saya tak hafal berapa kali beliau berdua menyapa saya. Tapi saya pastikan, beliau berdualah yang paling banyak menyapa saya di kolom komentar.

Biasanya pagi-pagi sekali, sapaan khas Pak Tjiptadinata sudah mampir di kolom komentar tulisan saya. Baik itu tulisan politik, sosbud, atau sepak bola. Hal serupa juga dilakukan Bu Roselina.

Bahkan, khusus Bu Roselina, saya juga baru tahu bahwa beliau membuat list nama-nama kompasianer. Nama-nama itu (seingat saya) dijadikan landasan beliau untuk menyapa di kolom komentar.

Apa pentingnya menyapa? Setelah saya pikir, mereka yang mau menyapa terlebih dahulu, adalah orang yang membuka tangannya lebar-lebar untuk pertemanan. Membuka dirinya lebar-lebar untuk merajut hubungan kemanusiaan.

Kemudian, dari pengalaman hidup yang saya ketahui, mereka yang menyapa duluan adalah orang yang sering diterjang ombak kehidupan yang menegangkan dan mampu bertahan.

Mereka yang menyapa duluan adalah orang yang siap mendapatkan respons macam-macam. Sepertinya juga, mereka yang menyapa duluan adalah orang yang tak merasa hebat sendiri, pandai sendiri, bersih sendiri.

Orang-orang besar membuka hati dan pikirannya. Membuka tangannya. Menyapa terlebih dahulu. Orang-orang besar memberi ruang pada siapa saja tanpa membedakan. Mungkin seperti itu.

Sebagai anak kemarin sore (dibandingkan Pak Tjiptadinata dan Bu Roselina) saya sendiri masih harus belajar banyak dalam kehidupan. Nah, kedua sosok tersebut telah memberi satu pesan penting, yakni soal menyapa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun