Amien Rais keras mengkritik pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) terkait pembubaran Front Pembela Islam (FPI). Secara substansi kritik Amien sebenarnya tak jauh beda dari kritik pihak lain. Tapi, Amien menarasikan Firaun.
Dari yang saya baca, Amien tidak menyamakan Jokowi dengan Firaun. Tapi menyebutkan Firaun di tengah kritik pada Jokowi bisa mengarahkan ke opini bahwa Jokowi setara dengan Firaun.
Sekali lagi saya ulangi. Amien tak menyebut Jokowi seperti Firaun. Tapi menyebut nama Firaun di tengah kritik pada Jokowi bisa mengarahkan opini bahwa Jokowi setara dengan Firaun.
Amien pandai membuat konsepsi. Sebenarnya kritiknya biasa saja, cuma dia memasukkan konsepsi bombastis di tiap kritiknya. Ingat, hal yang sama terlihat di kritik-kritik sebelumnya. Salah satunya, Amienlah yang menyebut konsepsi "partai Allah".
Amien bisa memasukkan kata unik dan bombastis dalam kritiknya. Saya ulangi lagi soal Firaun, efeknya bisa jadi mengarahkan masyarakat menyamakan Jokowi dengan Firaun.
Amien tak pernah menyebut, tapi dia bisa mengarahkan opini. Ya seperti insinuasi. Mengarahkan tanpa menyebutkan. Bagi mereka yang anti Jokowi, pernyataan Amien adalah amunisi yang paripurna. Amunisi untuk menyerang Jokowi dengan konsepsi Firaun.
Tapi bagi yang pro Jokowi, penggiringan opini terkait Firaun tentu berlebihan. Ada sangat banyak aspek yang tak bisa menyamakan Firaun dengan pemerintahan Jokowi. Misalnya mekanisme pemilihan pemimpin, penyebutan Tuhan, demokratisasi, dan masih banyak lagi.
Alih-alih mengarahkan opini pemerintahan Jokowi dengan Firaun, pernyataan Amien sangat out of date. Beda zaman! Amien cenderung akan dikatakan sebagai tokoh yang bombastis.
Apakah pernyataan Amien yang bombastis akan membuat Partai Ummat besutannya akan menjulang? Saya tak bisa memastikan, namun cara-cara bombastis sepertinya tak terlalu laku di masa-masa ini. Menyerang pemimpin dengan ide-ide bombastis untuk menarik perhatian sepertinya tak akan menaikkan elektabilitas.
Sebab, hal-hal yang bombastis akan sulit untuk dinalar. Coba saja dinalar, bagaimana ceritanya sebuah partai disebut "Partai Allah". Apa dasarnya? Coba saja dinalar, ketika zaman demokratisasi seperti ini menggunakan konsepsi Firaun? Jauh panggang dari api.
Tapi mungkin saja begitu trade mark dari mantan pembesut Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut. Zaman sudah berubah, tapi memakai konsepsi bombastis terus dilakukan. Itulah pilihan politik. (*)