Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Siasat Prabowo dan Potensi Kerasnya Jokowi

14 Oktober 2020   09:19 Diperbarui: 14 Oktober 2020   09:21 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo. Antara foto/sigid kurniawan dipublikasikan Kompas.com

Dua sosok, Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) ini jadi pemberitaan di dua pilpres terakhir. Sebab, kedua berkompetisi untuk menjadi presiden. Namun, keduanya kini ada dalam satu kubu.

Hanya saja, bagi saya keduanya tetap akan memiliki rencana yang berbeda. Saya akan menyebut bahwa Prabowo akan bersiasat dan Jokowi akan makin keras pendirian.

Prabowo
Dalam politik, siasat itu tentu penting. Bagi saya, Prabowo pun akan melakukan hal itu. Apalagi jika dia masih berkeinginan untuk bertarung di Pilpres 2024. Prabowo harus mempertahankan citranya agar tak pudar.

Satu modal besar Prabowo sudah didapatkan. Dia ada di pemerintahan. Bagi saya, orang yang ada di pemerintahan berpotensi menyetabilkan citra karena dia adalah yang membuat kebijakan. Mereka yang membuat kebijakan tentu akan jadi sorotan berita.

Bukan hanya di pemerintahan, Prabowo juga Ketua Umum Partai Gerindra. Dia memiliki keuntungan karena ada di zona eksekutif dan zona elite politik. Maka, tak heran apapun omongan Prabowo akan disorot media.

Prabowo berbicara pertahanan akan disorot sebagai Menteri Pertahanan. Prabowo bicara kondisi politik terkini akan disorot sebagai Ketua Umum Partai Gerindra.

Nah, yang memang akan sulit ketika pemerintahan saat ini disorot secara negatif terkait UU Cipta Kerja. Sebenarnya itu bukan ranahnya Prabowo sebagai Menteri Pertahanan. Tapi, sebagai bagian dari pemerintahan serta Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo bisa berkomentar soal UU Cipta Kerja.

Saat berbicara UU Cipta Kerja, Prabowo memiliki siasat yang bagus. Dia tak menyerang pemerintah dan tak menyalahkan buruh atau pihak yang berdemo. Alih-alih menyalahkan keduanya, Prabowo memunculkan "yang lain" sebagai yang layak disalahkan, yakni "asing".

Tentu pernyataan Prabowo tentang asing yang bermodal keyakinan itu bisa dikritisi. Tapi, bagi saya poinnya adalah Prabowo tak memosisikan diri di pemerintah saja atau di buruh saja. Prabowo ada di tengah.

Ini adalah posisi netral. Lihat saja fenomena netral dari dulu sampai sekarang. Orang yang ketika berada di pusaran polemik ternyata bisa berada di tengah, maka dia tidak akan jadi bahan perbincangan.

Bagi politisi, tidak menjadi perbincangan di situasi ruwet adalah keuntungan. Mereka yang jadi perbincangan di situasi ruwet malah akan memunculkan pihak pro dan kontra. Saya bilang UU Cipta Kerja adalah situasi yang ruwet. Saya menduga banyak kepentingan yang bermain di sana.

Jangan dibayangkan bahwa politisi yang kontra dengan UU Cipta Kerja akan selalu berada di posisi membela buruh. Sebab, di politik, besok kawan, lusa teman. Maka, ketika kondisi pelik luar biasa, berada di tengah adalah pilihan yang tepat. Setidaknya itulah pandangan saya.

Presiden Joko Widodo. Antara foto/sigid kurniawan dipublikasikan Kompas.com
Presiden Joko Widodo. Antara foto/sigid kurniawan dipublikasikan Kompas.com
Jokowi
Prabowo seperti saya tulis di atas, masih mungkin mencalonkan diri sebagai Presiden. Tapi Jokowi sudah tak lagi bisa mencalonkan diri sebagai Presiden. Nah di periode kedua ini Jokowi tak akan terbebani dengan elektabilitas.

Jokowi bisa melenggang tanpa dibebani elektabilitas. Maka, saya menduga ketika Jokowi menginginkan sesuatu, dia akan keras mengusahakannya. Dia akan berjalan tanpa memikirkan tentang elektabilitas.

Coba kita lihat Jokowi periode pertama dengan yang kedua. Di periode pertama, Jokowi dihadapkan dengan situasi pelik Jenderal Polisi Budi Gunawan kala itu. Ada dua dorongan tentang Budi Gunawan yakni menjadi Kapolri dan dorongan agar kasusnya di KPK diprioritaskan.

Apa yang dilakukan Jokowi di periode pertama? Dia mau mendengarkan pandangan sebagian masyarakat. Akhirnya Budi Gunawan tak dipilih jadi Kapolri. Kemudian, setelah polemik Budi Gunawan mereda, Jokowi menemukan jalannya. Jokowi melantik Budi Gunawan sebagai Kepala BIN dan mendapatkan pangkat jenderal penuh.

Di periode kedua, Jokowi sudah berjalan dengan pendiriannya. Ingat revisi UU KPK yang memunculkan demo yang luar biasa itu. Jokowi tetap berada di posisinya dan tetap ada revisi UU KPK.

Lihat soal iuran BPJS Kesehatan. Dikalahkan di MA, Jokowi tetap berpendirian keras dengan kembali membuat aturan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Kemudian pemerintah menang pada "laga kedua" di MA.

Kini saya menduga RUU Cipta Kerja akan kembali dipertahankan Jokowi. Kenapa? Karena itulah yang dia bicarakan ketika debat pilpres. Dalam empat tahun ke depan, Jokowi sepertinya akan seperti itu. Karena dia tak lagi punya beban elektabilitas dan kinerja politik merangkulnya telah membuahkan hasil. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun