Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hak Buruh Diamputasi, Dikebiri

6 Oktober 2020   06:02 Diperbarui: 6 Oktober 2020   06:26 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Kompas.com/lucky pransiska

Aku tak tahu kata apa yang cocok untuk menggambarkan buruh dengan adanya UU Cipta Kerja. Tapi, aku merasa amputasi dan kebiri adalah kata yang bisa mewakili kegelisahan buruh.

Sahabat, ini adalah kegelisahan nyata bagi buruh dengan adanya pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja. Ada banyak poin yang membuat buruh jadi sosok yang diperlakukan tak manusiawi. 

Tengok saja soal pemutusan hubungan kerja (PHK). Pasal 61 memungkinkan pengusaha bisa mem-PHK buruh sewaktu-waktu. Sebab, memungkinkan bagi pengusaha untuk menjadikan buruh sebagai pekerja kontrak abadi.

Pekerja kontrak dan pekerja tetap jelas memiliki perbedaan hak. Bahkan  saya menduga, dengan UU Cipta Kerja ini  mungkin saja buruh yang kini berstatus tetap diturunkan statusnya menjadi pekerja kontrak, dengan dasar macam-macam.

Tengok juga soal jam lembur. RUU Cipta Kerja memberi jam lembur lebih lama. Jika di UU terdahulu jam lembur maksimal 3 jam, kini jadi 4 jam. Akhirnya, buruh adalah mesin yang dieksploitasi. Kita seperti kembali pada masa awal mewabahnya industri beradab-abad lalu.

Ada juga aturan yang hilang di RUU Cipta Kerja. Dulu cuti panjang dua bulan jika bekerja enam tahun, diatur. Kini tak ada aturan itu. Ini sekali lagi, membuat buruh menjadi objek yang diekaploitasi.

Ada juga kemudahan merekrut tenaga kerja asing. Aku tak perlu bicara panjang lebar. Karena jelas saja, kebijakan itu akan mengurangi kesempatan buruh dalam negeri.

Aku tahu bahwa kebijakan mengamputasi dan mengebiri buruh ini untuk kepentingan ekonomi. Aku tahu bahwa ada negara yang menekan buruh sangat keras dan ekonominya tumbuh.  

Tapi, sebagai negara yang berperikemanusiaan, maka tak layak bagi kita memperlakukan buruh seperti itu. Saat UU agak sedikit memberi angin pada buruh saja, penekanan pada buruh terjadi. Aku adalah salah satu korbannya. Dan itu menyakitkan. Apalagi, ketika UU memberi keleluasaan untuk mengebiri dan mengamputasi hak buruh.

Kini, dengan kondisi seperti ini perlu ada yang maju ke Mahkamah Konstitusi (MK). Buruh yang paham hukum perlu maju ke sana. Uji materilah UU Cipta Kerja itu. Kalau perlu mintalah pada MK untuk membatalkan UU Cipta Kerja secara keseluruhan.

Bisakah MK menganulir UU secara keseluruhan? Bisa saja. Karena dulu UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dibatalkan MK secara keseluruhan. Buruh hanya berharap MK bisa memberi angin baik. Ya, hanya bisa berharap. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun