Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Sepak bola Argentina

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Lebih 20 Tahun Melawan "Ketindihan"

4 Oktober 2020   05:46 Diperbarui: 4 Oktober 2020   08:15 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. foto shutterstock dipublikasikan kompas.com

Tulisan ini muncul setelah membaca tulisan Kompasianer Mba Nur Halimah dengan judul "Pengalaman 10 Tahun Alami Sleep Paralysis". Saya hanya ingin berbagi apa yang saya alami dan apa yang saya lakukan ketika mengalami sleep paralysis atau "ketindihan" itu.

Pertama

Saya tak akan membahas apakah ini layak disebut sleep paralysis atau layak disebut ketindihan. Sebab, dua hal itu dalam ranah yang berbeda. Sleep paralysis adalah definisi yang dipakai dalam konteks keilmuan. 

Sementara, ketindihan adalah definisi yang dipakai dalam konteks "sosial" kita. Mereka yang menggunakan istilah "ketindihan" ini karena memang mengalami sendiri bagaimana seramnya berhadapan dengan "sosok lain" ketika setengah sadar dalam tidur.

Kedua

Saya akan bercerita tentang pengalaman saya. Jadi saya mengalami fenomena ini sejak dekade 90-an pertengahan. Jadi sudah sangat lama sekali, lebih dari 20 tahun. Fenomenanya adalah ketika tidur barang sejenak, kemudian kita seperti berada di antara kondisi tertidur dan terjaga.

Di situlah situasi yang tak mengenakkan terjadi. Tubuh tidak bisa bereaksi ketika ada "gangguan".  "Gangguan" itu macam-macam. Ada kalanya seperti dicekik, tak bisa bernapas, ditimbun beban berat di tubuh, dan macam-macam. 

Ketika merasa seperti itu, saya berusaha berontak dengan berteriak. Saya merasa sudah bisa berteriak, tapi itu hanya imajinasi. Teriakan itu tak pernah ada. Tak pernah ada.

Ketika seperti itu, saya berusaha melawan untuk mengayunkan tangan dan menggerakkan kaki, tapi juga tak pernah bisa. Sebab, badan tak bisa digerakkan. Situasinya adalah pikiran saya berjalan, sadar bahwa sedang setengah tidur, tapi badan lemas tak bisa digerakkan. Itu situasi yang mengerikan.

Lalu bagaimana lepasnya situasi itu? Tak ada rumus pasti. Kadang memendam napas lalu mengeluarkannya dengan hentakan. Kadang terus berusaha teriak, sampai kemudian teriakan itu benar-benar bersuara. Ada kalanya, ketika teriakan itu keluar, tapi tak sempurna, seperti orang merintih.

Dulu, saat masih tahun 90-an itu, ketika saya merintih dalam tidur itu berarti saya sedang ketindihan. Anggota keluarga saya langsung merespons dan membangunkan saya. "Kalau tidak dibangunkan bisa kebablasan (meninggal dunia)," begitu ujar kakak saya.       

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun