Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kala Sampah Menumpuk di Aliran Sungai Serayu

28 September 2020   08:21 Diperbarui: 28 September 2020   08:23 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lihatlah sampah di Sungai Serayu itu. Sampah yang menumpuk karena ulah tangan-tangan manusia.

Sungai Serayu adalah salah satu ikon yang membelah Jawa Tengah dari bagian tengah menuju barat daya. Sungai ini bersumber dari daerah Dieng.

Sungai mengular melewati lima kabupaten yakni Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, dan Cilacap. Semua aliran itu akan tumpah di Samudera Hindia.

Sungai Serayu, kemudian diabadikan menjadi sebuah lagu. Lagu itu berjudul "Di Tepinya Sungai Serayu" diciptakan R Soetedja. Nama R Soetedja (1909-1960) diabadikan menjadi sebuah gedung di Purwokerto, ibukota Kabupaten Banyumas.

Lagu "Di Tepinya Sungai Serayu" bisa Anda nikmati ketika Anda di Stasiun Purwokerto. Setidaknya sampai awal tahun 2020 ketika saya ke Stasiun Purwokerto, lagu "Di Tepinya Sungai Serayu" menjadi penanda masuk dan keluarnya kereta di Stasiun Purwokerto.

Kembali ke Sungai Serayu. Dulu di masa pemerintahan Orde Baru dibangun bendungan Serayu atau dikenal dengan sebutan Bendung Gerak Serayu. Bendungan ini "menghubungkan" Kecamatan Kebasen dan Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas.

Keberadaan bendungan dibuat katena debit air Sungai Serayu yang melimpah. Bendungan ini dimanfaatkan untuk pengairan sawah pada beberapa area di Banyumas, Cilacap, dan Kebumen.

***

Senin (28/9/2020) pagi, saya melintas di tepi Serayu, tepatnya di sebuah area yang akan dibangun jembatan menghubungkan Kecamatan Patiktaja-Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas.

Di daerah itu saya melihat adanya sampah yang menumpuk. Tentu sampah-sampah itu sebagian adalah ulah tangan manusia. Ketidaksadaran untuk membuang sampah pada tempatnya atau malah membuang sampah ke sungai membuat pesona Serayu tercoreng.

Coba lihat saja bagaimana megahnya Sungai Serayu dengan latar bukit-bukit indahnya. Tapi, kemudian tercoreng oleh sampah yang menumpuk itu.

Persoalan sampah bukan hanya mencoreng keindahan. Sampah itu bisa berdampak pada pencemaran sungai. Jika sampah yang dibungkus plastik adalah sesuatu yang bisa mencemarkan lingkungan, maka petaka.

Petaka pada sungai dan petaka pada sawah. Sebab, seperti yang saya tulis, sebagian air Serayu akan masuk ke sawah membantu pertanian. Bisa dibayangkan  padi hasil pertaniannya berkolaborasi dengan sampah yang dibuang di sungai?

Lalu, sebagian air Sungai Serayu lainnya akan dimuntahkan ke Samudera Hindia. Coba bayangkan bagaimana jika sampah itu, terutama sampah plastik malah jadi konsumsi ikan-ikan di laut? Ikan tentu akan mati.

Tulisan ini juga ingin mengingatkan pada diri sendiri. Negeri yang indah dan melimpah berkah ini, bisa rusak dengan cepat jika tangan-tangan kita tak dijaga. Negeri yang luar biasa kaya ini, menjadi porak-poranda jika kita tak bisa menjaga tangan kita.

Jika ikan-ikan itu bisa menulis sesuai bahasa manusia, dan dia bisa ke darat, maka kesedihan akan jadi tulisannya. Ikan akan menulis surat, menceritakan bagaimana lingkungannya mulai dicemari sampah. Lingkungannya mulai pengap dengan pencemaran. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun