Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merencanakan menghilangkan mata pelajaran Sejarah di SMK. Sementara di SMA, pelajaran Sejarah hanya jadi pilihan.
Hal itu seperti diungkap Kompas. Jelas saja, rencana kebijakan ini menuai kecaman. Mantan anggota DPR Eva Kusuma Sundari melalui twitternya menyorot tajam rencana Kemendikbud itu.
"Stop project "pedhot oyot" yang bertentangan dgn pendidikan pembangunan karakter dan bangsa," begitu tulis Eva. Dia pun meminta Sejarah dipertahankan dan jangan hanya menekankan hafalan.
Beberapa mempertanyakan apakah kebijakan itu sudah disahkan? Eva pun mengatakan belum disahkan. Kemudian dia mendorong agar rencana itu dibatalkan.
Aktivis yang juga putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Alissa Wahid juga berkomentar. "Ini apa tim Kemdikbud nggak paham Sejarah adalah salah satu disiplin ilmu yang sangat penting dalam ilmu pengetahuan, ya?" Katanya di twitter.
Serangan ini memang menuju pada kementerian. Namun, saya menduga, serangan pada Menteri Nadiem Makarim juga akan mencuat. Saya menduga, serangan pada Nadiem akan gencar agar niat kebijakan penghapusan pelajaran Sejarah itu dibatalkan.
Saya sendiri menilai bahwa jika kebijakan seperti itu, akan makin menggerus nilai ke-Indonesia-an dan sejarah penting dunia. Sebab, negara ini ada karena rentetan sejarah masa lalu. Peradaban dunia juga muncul sebab kejadian di masa lalu.
Jika pelajaran Sejarah tak ada, maka anak anak bisa lupa pada Sejarah negerinya sendiri. Pemburaman Sejarah pun bisa dengan mudah dilakukan jika tak ada pelajaran Sejarah. Bisa jadi, pahlawan akan jadi pecundang dan pecundang akan jadi pahlawan.
Anak muda tak akan lagi menghargai apa yang sudah dilakukan para pendahulu yang berjuang habis-habisan mendapatkan kemerdekaan. Selain itu, sejarah akan mengetahui beberapa hal penting agar kesalahan tak terulang di masa depan.
Secara global anak anak juga tak akan paham soal kesejarahan dunia. Tidak tahu sejarah, akan memudahkan pencucian otak tentang hal baru yang mungkin menyimpang dari nilai-nilai kemanusiaan.
Jangan lupakan Sejarah. Jangan buat kebijakan menghilangkan mata pelajaran Sejarah, Mas Nadiem.Â
Jika sorotan pada Nadiem muncul lagi soal pelajaran Sejarah ini  maka itu tak berjeda lama dengan Program Organisasi Penggerak (POP) yang dipersoalkan. Kala itu, beberapa organisasi memilih cabut dari POP karena adanya yayasan milik perusahaan besar ikut POP.Â
Jika serangan pada Nadiem kembali gencar, maka suara reshuffle akan kembali muncul. Akankah Nadiem tetap di kursi menteri? Atau pergi? (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H