Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Geger Membahas Orang Gila

15 September 2020   09:01 Diperbarui: 15 September 2020   09:04 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. sumber foto tribunnews.com

Di teras, aku memilih agak menjauh. Aku tak terlalu ingin kumpul dengan tiga lelaki itu. Mereka adalah Bagus, Budi, dan Timan. Ketiganya, duduk melingkar mengepung meja dengan hiasan satu buah gelas besar. Aku tak terlalu mau dekat dengan mereka. Aku hanya mau mendengarkan saja apa perbincangan mereka.

"Kemarin ada orang yang memberi petuah malah ditusuk," kata Bagus mengawali pembicaraan.

"Yang menusuk pasti orang gila," timpal Budi.

"Harus tidak orang gila. Masak kalau ada kasus kekerasan seperti itu, pelakunya orang gila?" kata Bagus.

"Ya pasti orang gila. Orang waras mana yang mau menusuk orang lain," kata Budi meninggi.

"Sruput kopinya dulu bro," sela Timan sembari mengambil gelas yang ada di depan mereka.

Timan setia memegang telepon genggamnya. Tapi aku juga heran, mengapa ada suara telepon genggam, yang suaranya bergetar dan poliponik. Padahal, telepon genggam yang dibawa Timan adalah android.

"Dulu Monica Sales itu ditusuk waktu main tenis. Toh yang menusuk bukan orang gila," kata Bagus.

"Yang bener Monica Seles, bro," timpal Timan.

"Ya gila lah. Masak orang main tenis ditusuk. Orang waras mana yang mau menusuk orang main tenis," kata Budi makin meninggi.

"Kamu kok selalu bilang gila-gila sih. Faktanya tak selalu gila," kata Bagus ikutan meninggi. Bagus sepertinya tak terima kalau terus dibantah Budi. Tangan Bagus menggebrak meja. Dia mengacungkan jari ke wajah Budi.

Budi tentu tak terima. Dia berdiri dan memosisikan dua telapak tangannya di depan wajahnya. Kamu tahu belalang sembah? Nah, Budi memosisikan tangan seperti belalang sembah. Aku agak terkejut karena bukan hanya memosisikan tangan, Budi malah sudah sekali menyengat Bagus. Dia sengat bagus dengan dua tangannya. Dada Bagus yang disengat.

Bagus tak terima. Dia ikut berdiri dan membentangkan dua tangannya. Kamu tahu elang?  Nah seperti itulah Bagus beraksi. Dia seperti elang. Dia berputar mengitari meja dan kedua temannya. Dia kepakkan sayapnya. Sepertinya akan ada serangan dari Bagus.

Ups, kepak sayap Bagus mengenai kepala Timan. "Udah Bro, ngopi dulu. Tak usah tegang," kata Timan. Tapi, ketegangan itu tak terkendali. Budi kembali menyengat Bagus di bagian perut. Bagus mengepakkan sayapnya dan mengepret kepala Budi.

Budi oleng dan terjatuh. Bagus langsung menindihi Budi. Keduanya bergumul. "Bro, sudah. Ngopi dulu," sergah Timan dengan tangan menarik-narik tangan Bagus. Tapi, Timan malah kena kepret juga. Budi yang kini tertindih di bawah minta tolong. "Toloong," kata Budi.

Aku memutuskan untuk melihat adegan itu saja. Aku juga heran kenapa Timan tak sigap melerainya dari tadi. Harusnya Timan melerai sehingga pertarungan itu tak terjadi.

Lalu, dari belakangku suara muncul. "Sudah-sudah anak-anak. Sudah mainnya. Minum obat dulu ya," kata dokter wanita itu sembari membawa pistol mainan.

Ketiga lelaki itu memutuskan berhenti mendengar suara bu dokter, terlebih melihat ada pistol yang dibawa bu dokter. "Lho Budi, Bagus, kenapa hanya pakai celana kolor. Bajunya di mana?" kata bu dokter.

"Biar semilir bu. Gerah kalau pakai baju," jawab Bagus.

"Timan, kenapa kamu malah cuma pakai pampers? Itu di dalem pampers ada apanya, kok terlihat berat?" kata bu dokter.

"HP bu. HP poliponik. Ini kalau ditelepon bergetar dan bunyi," kata Timan.

Aku hanya cengengesan lihat adegan itu. Akhirnya tiga orang itu dibawa bu dokter untuk minum obat. Aku iseng saja mencari tahu kopi apa yang membuat Timan ketagihan? Aku datangi meja itu. Aku lihat dan ternyata bukan kopi, tapi air putih. Aku tertawa ngakak. "Dasar orang gila," kataku.

"Anton, kamu kok memakai rok?" kata pak dokter padaku.

"Tadi ada pertarungan dok. Budi sama Bagus. Mereka baku pukul. Aku coba melerai dok. Tapi, satu per satu pakaianku malah dilucuti, lalu karena ada rok, ya aku pakai rok saja. Aku tak tahu sampai kapan mereka akan seperti itu. Setiap lihat TV yang ada acara perdebatannya, mereka langsung membahas dan memperdebatkannya. Debat tak selesai-selesai. Ngomongnya kadang meracau. Ngomong ngga jelas," kataku.

"Kadang dok, kedua manusia itu saling merendahkah. Bilang yang macam-macam. Hewan kaki empat juga diomongin antarmereka. Kan parah ya dok. Coba dokter mau ngga kalau dibilangin seperti hewan. Kan ngga mau ya dok. Dok aku mau pipis," aku kebelet sekali.

"Yuk minum obat," kata dokter.

"Kan aku ngga gila dok," ujarku. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun