Santri-santri di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur itu berlatih pidato, belajar bahasa Belanda, berhitung, dan bela diri. Santri di masa kelam penjajahan itu tak melulu belajar agama. KH Hasyim Asy'arilah yang memolesnya.
Di masa susah itu, KH Hasyim tak hanya mengajar soal agama, tapi juga menggembleng nasionalisme pada santrinya. Ulama kelahiran 14 Februari 1871 (dalam A'dlom 14: 2014), itu tak hanya mengajarkan santrinya untuk melawan, KH Hasyim juga membuktikan bahwa dirinya adalah pelawan tangguh bagi Belanda. Beliau mengharamkan umat Islam di Hindia Belanda bergabung menjadi tentara Belanda. Sampai kemudian, kemarahan Belanda memuncak di 1913. Pondok Pesantren Tebuireng diobrak-abrik dan dibakar.
Tapi memporak-porankakan Pesantren Tebuireng, tak membuat Belanda bisa meluluhkan KH Hasyim. Lalu, Belanda mulai merayu, mencari jalan halus agar KH Hasyim takluk. Belanda ingin memberikan penghargaan pada KH Hasyim sebagai ulama yang memajukan Islam di Hindia Belanda. Tapi, KH Hasyim Asy'ari menolaknya. Bukan hanya sekali, tapi dua kali KH Hasyim menolak penghargaan berupa perak dan emas. Yuliah dalam Saputra (2019) Â menyebutkan KH Hasyim tak sudi menerima penghargaan dari penjajah.
Kala proklamasi kemerdekaan sudah didengungkan, perlawanan KH Hasyim pada Belanda tetap menjadi-jadi. Hal itu terlihat saat Belanda membonceng Sekutu mendarat di Surabaya, kerusuhan pun meluas. Rakyat Indonesia tak sudi Belanda kembali datang.
Bizawie dalam Saputra (2019) menyebutkan, di tengah kegentingan, Presiden Soekarno mengirimkan utusan untuk bertemu dengan KH Hasyim. Kepada utusan Bung Karno, KH Hasyim mengungkapkan umat Islam Indonesia wajib membela tanah airnya dari bahaya dan ancaman kekuataan asing.
Setelah pertemuan dengan utusan Bung Karno, KH Hasyim mengumpulkan ulama se-Jawa Madura. Kemudian, dari pertemuan 21-22 Oktober 1945 itu, muncullah fatwa fardlu 'ain melawan penjajah. Mereka yang sudah baligh dan berada dalam radius 94 KM dari episentrum pendudukan penjajah wajib bertempur.
Fatwa yang kemudian dikenal dengan Resolusi Jihad itu membakar pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Bahkan, Saputra (2019) menyebutkan Resolusi Jihad itu memantik Jenderal Soedirman dalam melawan penjajah secara gerilya.
Kisah nasionalisme KH Hasyim itu beriringan dengan ilmu agamanya yang juga luar biasa. KH Hasyim muda, menimba ilmu agama di banyak pondok pesantren di Jawa, seperti Shona, Siwalan Buduran, Langitan Tuban, Demangan Bangkalan, dan Sidoarjo.
Tak hanya di dalam negeri, KH Hasyim juga menimba ilmu agama di Mekkah selama 7 tahun. Dia mendapatkan ilmu dari banyak guru di Mekkah.Â
Guru KH Hasyim adalah Syaikh Mahfudh al-Tarmisi yang seorang ahli Hadist Bukhari, Syaikh Ahmad Khatib dari Minangkabau yang seorang imam di Masjidil Haram, Syaikh al-Allamah Abdul Hamid al-Darutsani, Syaikh Muhammad Syuaib al-Maghribi. Selain itu, ada juga Syaikh Ahmad Amin al-Athar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan al-Attar, Syaikh Sayid Yamay, Sayyid Alawi ibn Ahmad as-Saqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Abdullah al-Zawawy, Syaikh Shaleh Bafadhal, dan Syaikh Sultan Hasyim Dagatsani.
Keilmuan KH Hasyim juga bisa dilihat dari karya yang beliau tulis yang berkaitan dengan agama dan sosial. Beberapa karangan beliau adalah Adb al-'lim wa al-Muta'allim, Ziydt Ta'liqt, Al-Tanbht al-Wjibt Liman
Yashna' al-Maulid bi al-Munkart, Al-Durar al-Muntasyirah f al-Masil al-Tis'a 'Asyarah.
Dua jalur hidup KH Hasyim yakni negara dan agama, berjalan sama baiknya. Cerita hidup KH Hasyim pun menjelaskan bahwa antara negara dan agama tak saling melunturkan, bisa berjalan beriringan dengan baik,
KH Hasyim dan ulama plus pejuang kemerdekaan lain di masa lalu, telah menurunkan dua jalur beriringan itu pada banyak murid-muridnya. KH Hasyim yang ulama juga telah menerima Pancasila sebagai dasar negara.
Potret KH Hasyim masih diikuti oleh ulama masa kini. KH Maimoen Zubair yang wafat tahun 2019, menjelaskan identitas nasionalismenya. Pada 2015 di usia hampir 90 tahun, Mbah Moen, begitu biasa disapa, tegak berdiri ketika lagu kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan dalam Muktamar Nahdlatul Ulama.
Mbah Moen, juga berkali-kali menjelaskan bahwa yang nomor satu baginya bukan NU, tapi Garuda (Indonesia). Keilmuan di bidang agama dari Mbah Moen tak usah diragukan. Sebab, dari Mbah Moen lah muncul santri seperti Gus Baha, Gus Anam (Banyumas), dan juga putra-putri Mbah Moen sendiri. Di tengah kaya ilmu agama, Mbah Moen tetap mengakar dengan nasionalisme.
KH Mustofa Bisri, beberapa hari lalu juga lesu berbicara soal sang Saka Merah Putih yang tak berkibar di hari kemerdekaan di Alun-alun Kota Rembang. Gus Mus, begitu biasa disapa mengingatkan atau lebih tepatnya menampar pada kita yang kadang lupa memasang bendera negara kita. Bendera yang didapatkan dengan peluh keringat dan kucuran darah. Gus Mus, juga seorang ulama, pengasuh pondok pesantren. Gus Mus juga tetap memegang nasionalisme.
Apa yang disemai KH Hasyim dan ulama nasionalis lain di masa lampau, juga tetap terjaga di masa kini. Sampai masa kini pun, banyak yang membuktikan dan melaksanakan perintah agama dan memegang teguh nasionalisme. Sebab, memang antara negara dan agama atau Indonesia dengan Islam, tak saling melunturkan.
Kaum muslim pun bisa memegang nasionalisme dan tetap bisa menjalankan kewajiban sebagai muslim, seperti salat, puasa, zakat, dan haji bila mampu.
Lalu, di tengah deru zaman yang semakin riuh ini, masih layakkah mempertentangkan Indonesia dengan Islam. Karena faktanya keduanya bisa saling mendukung dan tak melunturkan. Mungkin hanya mereka yang tak punya kerjaan saja yang membenturkan Indonesia dengan Islam. Bisa jadi mereka yang membenturkan Indonesia dengan Islam adalah mereka yang mencari nafkah dengan cara seperti itu. Menyedihkan! (*)
Referensi
Saputra, Inggar. 2019. Resolusi Jihad: Nasionalisme Kaum Santri Menuju Indonesia Merdeka. Jurnal Islam Nusantara. Link
A'dlom, Syamsul. 2014. Kiprah KH Hasyim Asy'ari dalam Mengembangkan Pendidikan Agama Islam. Jurnal Pusaka. Link
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H