Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Cerita PSIS Lawan Politik "Kuningisasi"

10 Agustus 2020   09:07 Diperbarui: 10 Agustus 2020   09:24 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di masa Orde Baru, Jawa Tengah (Jateng) termasuk kandang Golkar. Bahkan di masa Gubernur Soewardi ada politik "kuningisasi". Politik yang menegaskan bahwa Jateng adalah rumah beringin. Di masa itu, PSIS Semarang melakukan perlawanan melalui jerseynya.

Politik "kuningisasi" ini memang merebak dan menjadi warna Jateng. Beberapa gedung dicat kuning. Bahkan, pohon besar di tepi jalan yang tadinya dicat atau diwarnai warna putih, diganti kuning.

Seorang guru saya pernah berujar bahwa warna putih di pohon itu penting, khususnya di malam hari yang gelap. Warna putih akan lebih diketahui di suasana gelap. "Kenapa dicat kuning, kan jadi tak jelas," kata guru saya.

Politik "kuningisasi" ini terjadi di masa Gubernur Soewardi yang menjabat pada 1993-1998. "Kuningisasi" ini juga merebak di dunia sepak bola, khususnya di Semarang. Saat Liga Indonesia pertama 1994-1995 ada dua klub asal Semarang, yakni PSIS Semarang dan BPD Jateng.

Kedua klub itu menggunakan jersey warna kuning sebagai jersey home. Jika away, kedua tim itu biasanya memakai jersey putih. Nah, di Liga Indonesia kedua, BPD Jateng masih menggunakan jersey kuning. Sayangnya di Liga Indonesia kedua, BPD Jateng digunakan pemerintah untuk kepentingan PON Jateng.

Para pemain PON Jateng yang masih muda-muda itu dimasukkan ke skuat BPD Jateng. Imbasnya, BPD terpuruk di Liga Indonesia kedua dan terdegradasi. Kemudian klub yang pernah dibela Ricky Yacobi itu bubar.

Sementara PSIS memilih memberontak. PSIS mengubah jerseynya di Liga Indonesia kedua 1995-1996. PSIS menggunakan jersey home warna biru. Kabar yang merebak di masyarakat, apalagi saya juga penggemar PSIS, adalah bahwa itu bentuk pembangkangan PSIS pada politik "kuningisasi".

Awalnya memang agak panas kabar yang merebak di masyarakat Semarang dan sekitarnya. Namun, seperti diketahui, PSIS tetap keukeuh menggunakan jersey warna biru. Di Liga Indonesia kedua itu, untuk pertama kalinya PSIS memiliki pemain asing.

Dua legiun asing PSIS saat itu adalah Wellington Reis dan Arliston de Oliveira. Keduanya berasal dari Brasil. Jersey biru yang dikenakan pada Liga Indonesia kedua itu berlanjut sampai sekarang.

Mungkin banyak yang mengira bahwa warna biru identik dengan PSIS sejak Liga Indonesia digulirkan tahun 1994. Tentu saja perkiraan itu salah. Sebab, pada Liga Indonesia pertama, PSIS justru memakai jersey warna kuning.

Kadang atau bahkan sering, sepak bola memang dijadikan tunggangan untuk kepentingan politik. Salah satunya mungkin karena sepak bola memiliki basis suporter yang besar. Kekuatan itu sangat penting untuk kepentingan politik. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun