Ini hanya pertanyaan sederhana saja yang perlu disikapi. Tak berniat untuk hal-hal negatif. Pertanyaannya, apakah bisa suami atau istri jatuh cinta pada orang lain?
Orang lain di sini tentu bukan dari keluarga ya. Tapi benar-benar orang lain. Misalnya seorang wanita sudah menjadi istri dan ibu. Namun, wanita ini jatuh cintrong sama lelaki lain. Bahkan jatuh cintanya sampai taraf tinggi.
Misalnya sedang masak ingat si dia. Sedang menyusui anak, ingat si dia. Sudah berusaha melupakan sampai nangis-nangis, masih ingat si dia. Berusaha mendekap suami sekencang-kencangnya, masih juga ingat si dia.
Parahnya lagi, si lelaki itu selalu terlihat tiap harinya. Si dia yang sopan, yang baik, yang sangat idaman. "Gimana doooong?" Begitu batin si wanita. Tersiksa karena cinta. Bisa apa tidak hal itu terjadi? Saya tentu hanya bisa jawab, bahwa hal itu bisa terjadi.
Baca juga : Menikah Santai Aja, Pilih yang Tepat
Pertanyaannya, apa landasan orang menikah? Cinta? Lalu jika cinta itu berlabuh ke orang lain seperti cerita di atas bagaimana? Kalau cinta pada pasangan sudah redup dan beralih ke orang lain, apakah pernikahan patut dipertahankan? Bagaimana dipertahankan jika dasar pernikahan yakni "cinta" sudah tak ada lagi?
Apalagi, ada juga yang berkeyakinan bahwa cinta itu datang tak diundang. Artinya bisa datang kapan saja, termasuk ketika sudah berumah tangga. Bahkan tak bisa menolaknya. Berat kalau sudah begitu. Berat sekali, kalau pandangan seperti itu dan jadi kenyataan.
Baca juga : Jangan Mudah Jatuh Cinta, Apalagi di Sosial Media
Hal inilah yang pernah saya diskusikan dengan seorang teman lima tahun yang lalu. Kala obrolan terjadi, kami sudah sama-sama menikah. Saat itu kami ngobrol apa yang menjadi landasan sebuah pernikahan.
Si teman bicara bahwa cinta adalah landasan pernikahan. Â Tapi, kemudian pikiran saya terbang melihat realitas. Sebab, orang-orang zaman dahulu itu menikah karena dijodohkan. Bahkan, pernikahan mereka langgeng sampai meninggal dunia.
Pertanyaannya, apakah cinta itu baru ada di masa modern? Orang dulu tak mengenal cinta hingga mereka menikah ya menikah saja karena diminta orang tua?
Waktu itu, kemudian saya pun membuat kesimpulan. Bahwa tanpa diawali cinta, nikah itu bisa dilakukan. Tapi jika diawali cinta, nikah pun bisa dilakukan. Cinta bisa datang setelah pernikahan dan cinta pun bisa pergi setelah pernikahan.
Saat itu, saya kemudian bilang ke teman bahwa "tanggung jawab" menjadi utama setelah pernikahan dilakukan. Saya tentu tak tahu apakah secara teori atau filosofis pernyataan saya itu "benar". Tapi setidaknya itu yang saya yakini.
Baca juga : Salah Jatuh Cinta
Setelah menikah, tanggung jawab menjadi yang utama. Seberkeliaran apapun cintamu, tapi cintamu harus tunduk pada tanggung jawabmu.Â
Bisa saja orang jatuh cinta pada yang lain setelah menikah, tapi tanggung jawab mengokohkan pernikahan adalah yang utama. Artinya, abaikan cinta itu demi tanggung jawab.
Setidaknya itulah yang terbersit saat itu, saat ngobrol itu. Tapi bagaimana jika ada yang memilih mengikuti cintanya, pindah dari satu tempat ke tempat lain. Sekalipun sudah menikah, tetap mengikuti cintanya. Bisa mencintai siapa saja.
Bahkan demi cinta mereka meninggalkan pasangannya. Bagaimana dengan anaknya? Ya karena dengan atau tanpa ada lagi ikatan pernikahan, anak tetap anak. Mereka enjoy saja dengan tetap menafkahi anaknya dan memiliki pasangan baru. Kalau ada orang memiliki pilihan hidup seperti itu bagaimana? Lho memang jadi urusan saya? Â (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI