Ada rektor yang ikut demonstrasi sembari telanjang dada. Lalu, Rektor Universitas Islam Batik (UNIBA) Solo, Jawa Tengah Pramono Hadi itu mundur dari jabatannya saat orasi dalam demonstrasi.
Keputusan mundur itu diikuti oleh dua Wakil Rektor. Mereka mundur sebagai bentuk langkah etika rektorat terkait kegagalan tata kelola. Â Massa yang mengikuti aksi terdiri atas mahasiswa, dosen, karyawan dan alumni.
Mereka menuntut transparansi pengelolaan Yayasan Perguruan Tinggi Islam Batik Solo. Seperti diberitakan kompas.com, masalah transparansi pengelolaan dana oleh yayasan itu terjadi sejak 2018.
Apa yang dilakukan Rektor UNIBA itu menurut saya layak diacungi jempol. Pertama aksinya yang telanjang dada ikut demo. Aksi itu adalah simbol kejujuran, keterbukaan. Rektor memainkan simbol dengan baik.
Bahkan, simbol itu juga menjelaskan jika jabatan hanyalah sementara. Pangkat dan lainnya hanya sementara, tak akan abadi. Maka keberanian demo sembari telanjang dada adalah simbolisasi yang cocok.
Telanjang dada juga menegaskan bahwa tak perlu ada gengsi dengan jabatan. Ketika menjelaskan sesuatu di tengah masa dan butuh simbolisasi yang kuat, maka telanjang dada adalah pilihan yang pas.
Tapi, jika ada yang menilai bahwa telanjang dada Rektor berlebih-lebihan, ya itu urusan mereka yang komentar. Kalau saya tak mempermasalahkannya, malah mengapresiasi.
Kedua, kemauan Rektor untuk demo juga menjelaskan bahwa yang bersangkutan ada bersama barisan segenap elemen UNIBA. Rektor tidak berada di level manajerial tertinggi dan ogah turun ketika kondisi sulit. Rektor mau turun dan membaur dengan setiap elemen di UNIBA.
Orang di atas mau turun dan membaur itu jadi pemandangan yang agak jarang terjadi. Tak mau membaur selain mungkin karena gengsi, juga bisa jadi menjaga nama baik jabatan agar tetap bersimbol sebagai yang "tinggi".
Jika ada atasan yang enggan membaur ke tiap elemen di bawah, juga kalau menurut saya tak masalah. Itu hak mereka. Tapi sekali lagi, jika ada yang mau turun dan membaur tentu perlu diapresiasi.
Ketiga, kemauan dan keputusan mundur dari jabatan Rektor tentu juga layak diacungi jempol. Orang mau mundur di tengah kesulitan itu jarang terjadi. Maka, ketika berani mundur perlu diberi jempol.