Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Salut, Rektor Demo Telanjang Dada dan Mengundurkan Diri

1 Juli 2020   16:38 Diperbarui: 1 Juli 2020   16:38 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rektor UNIBA Solo, Pramono Hadi melepas baju dan nyatakan mundur dalam orasinya di hadapan massa aksi di halaman kampus setempat, Selasa (30/6/2020).(KOMPAS.com/LABIB ZAMANI)

Ada rektor yang ikut demonstrasi sembari telanjang dada. Lalu, Rektor Universitas Islam Batik (UNIBA) Solo, Jawa Tengah Pramono Hadi itu mundur dari jabatannya saat orasi dalam demonstrasi.

Keputusan mundur itu diikuti oleh dua Wakil Rektor. Mereka mundur sebagai bentuk langkah etika rektorat terkait kegagalan tata kelola.  Massa yang mengikuti aksi terdiri atas mahasiswa, dosen, karyawan dan alumni.

Mereka menuntut transparansi pengelolaan Yayasan Perguruan Tinggi Islam Batik Solo. Seperti diberitakan kompas.com, masalah transparansi pengelolaan dana oleh yayasan itu terjadi sejak 2018.

Apa yang dilakukan Rektor UNIBA itu menurut saya layak diacungi jempol. Pertama aksinya yang telanjang dada ikut demo. Aksi itu adalah simbol kejujuran, keterbukaan. Rektor memainkan simbol dengan baik.

Bahkan, simbol itu juga menjelaskan jika jabatan hanyalah sementara. Pangkat dan lainnya hanya sementara, tak akan abadi. Maka keberanian demo sembari telanjang dada adalah simbolisasi yang cocok.

Telanjang dada juga menegaskan bahwa tak perlu ada gengsi dengan jabatan. Ketika menjelaskan sesuatu di tengah masa dan butuh simbolisasi yang kuat, maka telanjang dada adalah pilihan yang pas.

Tapi, jika ada yang menilai bahwa telanjang dada Rektor berlebih-lebihan, ya itu urusan mereka yang komentar. Kalau saya tak mempermasalahkannya, malah mengapresiasi.

Kedua, kemauan Rektor untuk demo juga menjelaskan bahwa yang bersangkutan ada bersama barisan segenap elemen UNIBA. Rektor tidak berada di level manajerial tertinggi dan ogah turun ketika kondisi sulit. Rektor mau turun dan membaur dengan setiap elemen di UNIBA.

Orang di atas mau turun dan membaur itu jadi pemandangan yang agak jarang terjadi. Tak mau membaur selain mungkin karena gengsi, juga bisa jadi menjaga nama baik jabatan agar tetap bersimbol sebagai yang "tinggi".

Jika ada atasan yang enggan membaur ke tiap elemen di bawah, juga kalau menurut saya tak masalah. Itu hak mereka. Tapi sekali lagi, jika ada yang mau turun dan membaur tentu perlu diapresiasi.

Ketiga, kemauan dan keputusan mundur dari jabatan Rektor tentu juga layak diacungi jempol. Orang mau mundur di tengah kesulitan itu jarang terjadi. Maka, ketika berani mundur perlu diberi jempol.

Salah satu perspektif bentuk pertanggungjawaban jabatan memang mengundurkan diri. Jika memang tak mampu atau gagal, maka bisa mengundurkan diri. Walaupun tentu saja ada perspektif lain.

Perspektif lain adalah jika sedang ditimpa masalah, pimpinan tak boleh mundur. Mundur malah seperti melarikan diri dari tanggung jawab. Ada pula perspektif yang seperti itu. Dua perspektif itu ada benarnya.

Dua perspektif berbeda itu juga sama-sama bisa dipertanggungjawabkan. Tapi, tentu jika ada yang berani mundur karena masalah dan menilai diri tidak mampu, tentu layak diberi jempol.  

Keempat, kemunduran Rektor adalah bentuk tekanan. Tekanan pada pihak yang didemo. Artinya, bala pihak yang didemo dalam hal ini yayasan, berkurang sangat signifikan. Kemunduran rektor juga bisa dimaknai sebagai tekanan politik

Terakhir, tentu tulisan ini hanya memotret aksi demo dan pemberitaan tentang tidak transparannya keuangan. Selebihnya tentu penulis tak bisa memberikan komentar atau generalisasi. Sebab, memang hanya memotret kejadian itu saja. Kejadian yang bisa jadi pelajaran bagi kita semua.

Pelajaran tentang apa? Tentang transparansi keuangan, tentang kepemimpinan, tentang hak yang dinilai perlu diperjuangkan. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun