Kunci kepuasan dan keharmonisan suami istri baik di kamar atau di luar kamar adalah "buka bersama". Simpel hanya itu saja. Namun, tentu frasa "buka bersama" itu harus dijelaskan lebih lanjut. Ada penjelasan yang tak perlu detail dan ada penjelasan yang detail.
Frasa "buka bersama" dimaknai dalam dua konteks, yakni lahiriah dan batiniah. Konteks lahiriah saya pikir tak perlu saya jelaskan secara detail. Konteks lahiriah ini terjadi dalam urusan ranjang, baik yang dilakukan di ranjang atau di luar ranjang.Â
Anda tentu bisa melakukan "buka bersama" sesuai dengan kreativitas masing-masing. Apa mau buka dari bawah, dari atas, atau disobek-sobek secara liar.
Saya pikir tak perlu saya jelaskan lebih lanjut, sekalipun hasrat saya sebenarnya ingin menjelaskan sedetail-detailnya. Namun, saya pikir tak perlu saya jelaskan detail. Sudahlah... mengalir sesuai dengan kepribadian masing-masing. Karena ada pasangan yang memang cenderung pendiam dan ada yang cenderung ramai.
Kedua adalah "buka bersama" dalam konteks batiniah. "Buka bersama" dalam konteks batiniah ini juga sangat penting. Mungkin konsepsi "buka bersama" batiniah kurang tepat, tapi saya memilih diksi "batiniah" saja.Â
"Buka bersama" secara batiniah ini dilakukan secara terbuka dan wajar. Antar suami dan istri bisa komunikasi dengan baik, bisa terbuka dengan wajar.
Makna terbuka dengan wajar ini mirip dengan "buka puasa bersama". Artinya begini, bahwa "buka puasa bersama" itu bukan berarti bisa makan sepuas-puasnya, nanti malah akan jadi masalah. "Buka puasa bersama" secara wajar saja.
"Buka bersama" secara batin ini harus wajar, artinya tidak boleh berlebihan. Misalnya jangan sampai karena ingin terbuka secara batin malah membahas mantan pacar yang lalu-lalu. Tak perlu membahas mantan pacar yang lalu-lalu karena justru akan memunculkan permasalahan.
Tak perlu juga membahas kecantikan atau ketampanan pasangan lain. Nanti malah akan cemburu. Misalnya karena ada tetangga yang cantik atau tampan, maka dibahas sebagai kelebihan yang bisa membuat pasangan kita cemburu dan tak mau "buka bersama" secara lahiriah.
"Buka bersama" batiniah juga memosisikan pasangan sebagai manusia yang layak dimanusiakan. Jangan sampai misalnya suami hanya memanfaatkan istri sebagai "objek" pemuas saja. Atau misalnya jangan sampai istri hanya memanfaatkan suami sebagai mesin ATM saja. Kalau relasi suami istri hanya seperti itu, bisa memunculkan masalah di kemudian hari.
Memanusiakan manusia contohnya adalah adanya komunikasi yang intens antar suami dan istri. Membicarakan hal yang ringan sampai yang berat. Komunikasinya pun juga satu frekuensi.Â
Artinya, jika istri tak paham dalam komunikasi tertentu maka suami wajib menjelaskan. Sementara, jika suami tak paham dalam komunikasi tertentu maka istri wajib menjelaskan.
Komunikasi yang intens dan saling paham akan membuat dorongan lebih asyik ketika dilakukan "buka bersama" secara lahiriah. Komunikasi yang mendalam antara suami dan istri akan membuat mereka mengetahui sinyal-sinyal dan gesture tertentu sekalipun tak diungkapkan secara verbal.
Terakhir adalah bahwa "buka bersama" batiniah ini hanya dilakukan antara suami dan istri saja. Suami dan istri harus bisa saling mencurahkan hati secara wajar.Â
Kalau menurut saya, jangan sampai membocorkan "buka bersama" batiniah suami istri keluar, misalnya ke teman karib. Bagi saya menceritakan kehidupan rumah tangga pada orang lain adalah awal dari petaka.
Simpan "buka bersama" suami istri hanya untuk internal. Jangan diumbar ke mana-mana. Takutnya, nanti akan ada yang memanfaatkan dan membuat keruh suasana. Sekali lagi, "buka bersama" secara lahir dan batin adalah kunci kebahagiaan hidup suami istri. "Buka bersama" akan membuat suami dan istri saling percaya. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H