Sekadar diketahui, mengelola stadion kelas wahid itu bukan perkara yang mudah. Harus ada dana yang terus mengalir untuk mengurusi stadion tersebut. Dana digunakan untuk pemeliharaan dan lainnya.Â
Penulis pernah mendapatkan cerita bahwa untuk menyalakan lampu di malam hari buat pertandingan sepak bola selama 90 menit, membutuhkan dana Rp 15 juta. Itu untuk stadion level kabupaten.
Belum lagi jika ada lampu yang rusak, tentu lebih banyak lagi pengeluarannya. Itu baru lampu, belum rumput, belum kursi yang rusak, belum listrik. Maka, jika perencanaan dilakukan dengan bagus, sepertinya tak ada yang mangkrak.
Perencanaan bisa soal letak yang bagus, yang bisa menarik orang banyak datang ke sana. Dikelola dengan mengedepankan bisnis sehingga di daerah itu menjadi denyut perekonomian.Â
Ketika menjadi denyut perekonomian akan membantu stadion untuk tetap hidup. Tentu perencananya butuh perencana profesional. Perencana yang mengetahui bagaimana keberlangsungkan stadion setelah even selesai.
Jangan Memaksa
Di sisi lain, jika memang secara perencanaan daerah tertentu tak bagus untuk membuat stadion baru, ya tak perlu dipaksakan. Bahkan, kalau memang pembuatan stadion baru yang wah hanya akan membuat kerugian, tak perlu membangun stadion baru.
Saya pikir Indonesia tak perlu banyak stadion wah jika memang tak memungkinkan secara perencanaan. Â Lebih baik memperbaiki stadion yang sudah ada dengan standar yang wajar. Tak perlu dibuat sebesar mungkin yang justru tak digunakan setelahnya. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H