Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mendekati Pilpres, Trump Digerogoti Corona, Demo, dan Cina

2 Juni 2020   09:28 Diperbarui: 2 Juni 2020   09:27 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) akan dilaksanakan pada November 2020. Trump adalah petahana yang akan bersaing di kontestasi tersebut. Namun jelang pilpres, Trump digerogoti isu dan fakta. Kasus corona, demo, dan serangan Cina menggerogoti Trump sebelum pemilihan.

Pertama adalah corona atau Covid-19. Trump seperti kewalahan melawan Covid-19.  Sampai hari ini, seperti dikutip dari worldometers.info, AS masih berada di posisi puncak negara dengan kasus Covid-19 terbanyak. Ada 1.859.323 kasus Covid-19 di AS.

Dari lebih satu juta kasus itu, ada 106.925 kasus kematian, dan 615.416 kasus orang yang sembuh dari Covid-19. Di tengah banyaknya kasus, Trump membuat kebijakan untuk membuka tempat ibadah. 

Seperti diberitakan New York Times belum lama ini, Trump mengatakan beberapa gubernur tetap membuka toko minuman keras dan klinik aborsi, tapi menutup tempat ibadah di masa Covid-19. Trump mengatakan bahwa itu langkah yang salah. Dia juga mengatakan, doa menjadi senjata untuk melawan Covid-19.

Kebijakan Trump ini saya yakini sebagai usaha untuk menarik simpati pihak agamawan demi kepentingan pilpres nanti. Namun, belum diketahui apakah kebijakan Trump ini akan sangat bermanfaat untuk kepentingan di masa pilpres nanti.

Belum usai soal Covid-19, Trump kembali digerogoti oleh demonstrasi besar-besaran akhir-akhir ini. Demo besar-besaran terjadi setelah kematian warga AS kulit hitam George Floyd. Seperti dikutip Kompas.com George Floyd karena sesak napas, di mana leher dan punggungnya ditekan ketika ditindih oleh pelaku yang bernama Derek Chauvin.

"Aku tak bisa bernapas." Inilah kalimat terakhir yang diteriakkan Floyd saat ditindih. Chauvin langsung dipecat dan ditangkap begitu insiden itu viral. Derek Chauvin, polisi yang menindih leher George Floyd hingga tewas, dilaporkan dipindahkan ke penjara berkeamanan maksimumdi Oak Park Heights.

Kematian Floyd itu memunculkan demo besar-besaran. Bahkan, ricuh pun terjadi. Kerusuhan akibat demonstrasi kematian George Floyd pun mulai mendekati Gedung Putih di Washington DC, Minggu (31/5/2020) malam waktu setempat.

Bahkan, saking pusingnya dengan demo yang mulai ricuh, Trump pun sudah mengancam. Seperti dikutip dari kompas.com, Presiden AS Donald Trump mengancam bakal mengerahkan militer, jika pemerintah kota (pemkot) gagal menangani kerusuhan dalam demo memprotes kematian George Floyd. 

Sang presiden memberikan pidato ketika polisi menembakkan gas air mata, dalam unjuk rasa yang berlangsung di luar Gedung Putih, Washington. Bahkan, di tengah demo yang makin menggejolak itu, Trump diamankan oleh pihak dinas rahasia AS. Trump dan keluarganya diamankan di bungker.

Jika misalnya, Trump tak bisa menyelesaikan demo yang berujung ricuh ini, maka dia akan dinilai sebagai pemimpin yang tak becus. Namun, di sisi lain dia juga harus bisa meyakinkan bahwa polisi sudah menjalankan tugas dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun