Cuma, kalau tak ada lagi orang yang berpengaruh, maka terpaksa aparat yang garang harus diturunkan. Harapannya warga yang masih menekankan kekeluargaan dan rasa tak enak itu bisa dieliminir.
Ketiga yang juga akut adalah mental miskin. Mental miskin berbeda dengan miskin. Mental miskin bisa dipunyai oleh mereka yang berkecukupan atau bahkan mereka yang kaya. Mental miskin adalah mental selalu ingin mendapatkan bantuan. Bantuan yang gratis adalah keuntungan.
Mereka yang tidak miskin tapi bermental miskin inilah yang kadang melakukan langkah-langkah abnormal agar mendapatkan bantuan. Mereka juga sering ngotot agar mendapatkan bantuan.
Selama mental miskin ini masih banyak, maka memang sulit membuat bantuan sosial bisa dilakukan dengan lancar. Mereka yang bermental miskin ini memang harus dikerasi.
Aparat harus berani untuk menolak segala rayuan si mental miskin. Sebab, salah satu kekuatan mereka yang bermental miskin adalah rayuan mautnya. Wuih ngeri.  Di masa pandemi seperti ini  hendaknya kita jujur dengan kondisi kita.
Jangan jadikan bantuan sosial sebagai ajang bagi-bagi untuk orang mampu. Kecuali kalau memang ingin membawa negara kita distigma sebagai kumpulan orang yang tak tahu malu. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H