Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menhub dan Istana, Komunikasi yang Membingungkan

6 Mei 2020   18:59 Diperbarui: 6 Mei 2020   19:01 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menhub Budi Karya Sumadi, foto Antara/Wahyu Putro A dipublikasikan Kompas.com

Tulisan ini tak akan membahas yang lalu lalu, ketika tarik ulur mudik diperbolehkan atau tidak. Tulisan ini hanya ingin menegaskan bahwa di masa sulit seperti ini, komunikasi publik harus clear.

Saya membaca bahwa Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan bahwa semua moda transportasi boleh beroperasi keluar daerah. Syaratnya, protokol kesehatan harus digunakan.

Dari pernyataan itu bukan berarti bahwa mudik diperbolehkan. Mudik tetap dilarang. Mereka yang boleh menggunakan moda transportasi adalah yang sesuai dengan kriteria Kementerian Kesehatan dan Badan Penanggulangan Bencan Daerah (BPBD).

Namun, belakangan pihak istana melalui Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian melakukan pelurusan. Donny mengatakan bahwa yang boleh keluar daerah adalah kendaraan tertentu saja seperti untuk mengangkut pasien Covid-19 keluar kota, untuk tugas TNI-Polri, dan semua yang tertera di Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19.

Komunikasi ralat atau pelurusan di masa seperti ini, menurut saya adalah komunikasi yang membingungkan. Di tengah kesulitan seperti ini, menurut saya hanya perlu komunikasi efektif dan efisien dari pemerintah ke masyarakat.

Efektif adalah bagaimana komunikasi itu sampai ke masyarakat dan efisien adalah komunikasi itu tak berulang-ulang atau ralat. Sebab, masyarakat saat ini sedang dalam kesulitan. Memunculkan informasi ralat malah berpotensi membingungkan.

Misalnya begini, ada si A, membaca pernyataan Menhub bahwa moda transportasi boleh berjalan dengan syarat. Si A ini adalah pengusaha transportasi. Informasi dari Menhub itu tentu sangat membahagiakan.

Maka, bisa jadi setelah informasi dari Menhun, si A langsung menyiapkan armadanya untuk berjalan esok hari. Karena sibuk menyiapkan armada, si A tak sempat membaca informasi pelurusan dari Istana Kepresidenan. Nah, maka si A pun berpotensi kecewa berlipat lipat ketika dia sudah bereaksi atas pernyataan Menhub, tapi dipatahkan Istana Kepresidenan.

Orang yang aktif membaca berita pun akan mempertanyakan komunikasi di lingkaran pemerintahan pusat. Apakah komunikasi tak lancar, atau tak ada kesepemahaman pemaknaan?

Mereka yang jarang mengikuti berita, malah lebih bingung lagi. Ketemu si X bilang bahwa kebijakan transportasi seperti kata Menhub. Tapi ketemu si Y malah diberi tahu kebijakan transportasi seperti yang diungkapkan Istana Kepresidenan.

Menurut saya, apa yang terjadi hari ini tak boleh terulang lagi. Apalagi untuk hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak di masa sulit seperti ini. Kejadian hari ini harus jadi introspeksi jajaran pemerintah pusat.

Maka, di masa seperti ini, saya sepakat ada informasi satu pintu. Informasi satu pintu untuk hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Misalnya, soal transportasi diungkapkan melalui satu pintu, seperti update Covid-19 yang satu pintu itu.

Jadi informasi soal hajat hidup orang banyak di masa susah menjadi jelas. Masyarakat bisa memegang omongan pemerintah dari juru bicaranya, bukan dari yang lain.

Sekali lagi, di masa sulit seperti ini, informasi penting menyangkut hajat hidup orang banyak diungkapkan satu orang. Sementara, yang lainnya tinggal bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya.

Lalu, apa saja yang perlu ada juru bicara tunggal? Ya misalnya transportasi, diatribusi BLT, update Covid-19 yang selama ini sudah dilakukan, dan beberapa hal lain yang dinilai penting bagi pemerintah.

Nah, setelah Covid-19 usai, dikembalikan ke hal semula tak masalah. Kalau di masa normal silang pendapat kadang penting sebagai bahan diskusi. Namun, kalau di masa seperti saat ini, silang pendapat hanya akan makin memusingkan warga negara. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun