Ini adalah Ramadan yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Sumber pembedanya adalah wabah Covid-19. Adanya wabah itu membuat aktivitas umum dalam Ramadan tak bisa dilakukan dengan maksimal.
Misalnya, salat tarawih berjemaah, buka puasa bersama, sahur on the road. Semua itu tak terjadi karena semua kegiatan itu akan memunculkan kerumunan. Kerumunan bisa menjadi sumber penyebaran Covid-19.
Maka, banyak aktivitas Ramadan yang akhirnya dilakukan di rumah yakni salat Tarawih di rumah, buka di rumah, sahur di rumah. Ramadan kali ini pun menjadi Ramadan yang hening. Sebenarnya, keheningan ini adalah kesempatan yang sangat bagus untuk mengasah rohani kita.
Sebab, rohani kadang lebih identik dengan keheningan, dengan perenungan. Jika selama ini melakukan sesuatu karena rutinitas. Maka, saya sendiri berusaha melakukan semuanya dengan perenungan. Mungkin ini agak tak masuk akal. Tapi, tak ada salahnya untuk dicoba.
Misalnya, menyapu halaman rumah atau di dalam rumah. Suasana keheningan karena arus lalu lintas di luar rumah tak seperti biasanya, membuat kita memiliki kesempatan untuk merenung.Â
Sekali lagi, mungkin ini terlihat lucu. Begini, menyapu rumah, bisa direnungkan yakni kenapa kita harus menyapu rumah? Supaya rumah bersih karena kebersihan sebagian dari iman.
Ternyata menyapu itu adalah bentuk patuh kita pada Yang Maha Kuasa. Setelah kita merenungi menyapu untuk kebersihan, lalu bagaimana kita menyapu.Â
Ya sebaik mungkin. Sela-sela yang selama ini kita biarkan karena serba tergesa-gesa, bisa kita sapu. Disapu dengan sabar, dengan perenungan.
Bahwa, jika kita menyapu semaunya, maka konsep kebersihan sebagian dari iman itu tak akan maksimal. Sebab, jika menyapu semaunya, noda-noda yang kotor masih terlihat walau sedikit. Hal lain lagi misalnya. Kita bekerja juga dengan suasana yang tak gemuruh karena lalu lalang orang dan lalu lintas tak seperti biasanya.
Kemudian bisa direnungkan kenapa kita bekerja? Untuk mencari nafkah. Buat apa nafkah itu? Untuk menghidupi keluarga. Kenapa keluarga perlu dihidupi dengan nafkah? Karena keluarga adalah tanggung jawab kita. Keluarga adalah amanah dari Tuhan untuk kita.
Ternyata, kerja itu adalah bentuk kepatuhan pada Tuhan. Bentuk pertanggungjawaban manusia pada Tuhan. Nah, apakah itu bukan ibadah? Lalu bagaimana kerjanya? Ya kerja yang baik. Kerja yang bertanggungjawab.Â
Sekarang saya mencoba untuk merenungkan. Jika kita kerja serampangan dan hasilnya tak maksimal sementara kita mendapatkan gaji dan upah yang maksimal, apakah itu benar?Â
Apakah pekerjaan yang tidak on the track itu bisa dikatakan makan sebagian gaji buta? Yeah, kita renungi lagi semuanya dengan baik di suasana yang hening ini.
Ternyata, perenungan itu akan membuat pertanyaan. Apakah kita layak disebut pemimpin di muka bumi? Jika menyapu saja tergesa-gesa, jika bekerja saja sesuka hatinya. Pertanyaan lagi, apakah semua itu tak akan dipertanggung jawabkan di waktunya nanti? Jawabannya tentu saja "iya'.
Misalnya ditanya di waktunya nanti. "Kenapa kamu menyapu seenak hatimu. Kenapa kamu melakukan tanpa keseriusan? Kenapa kamu kerja sesukamu, sementara hak kamu meminta semaksimalnya?"
Itu baru soal sapu dan kerja. Belum soal mendidik anak, membuka pintu, menghirup udara. Belum lagi ibadah mainstream seperti salat, puasa, zakat.Â
Maka perenungan itu penting. Sampai pada puncaknya, apakah hal-hal kecil yang kita lakukan dan masih bolong itu menumpuk seperti gunung? Apakah itu layak diganjar dengan surga?
Mungkin memang agak berat bagi saya pribadi untuk merenungi semuanya di masa Ramadan ini. Namun, ini adalah kesempatan tepat bagi kita merenung dan memaksimalkan usaha kita. Selayaknya manusia yang memang harus bertanggung jawab. Jika pun belum bisa maksimal, setidaknya sudah berusaha sedikit demi sedikit.
Itu harapan pribadi saya. Tak muluk-muluk. Hanya ingin merenung dan melakukan semuanya sebagusnya dan sewajarnya. Selamat Berpuasa. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI