Layaknya orang awam, saya hanya bisa bertanya tentang kesehatan. Jika pun meyakini kebenaran kesimpulan diri sendiri, itu lebih sebagai keyakinan tanpa ilmu yang mendalam.
Saya hanya berpikir bahwa di masa kini banyak kebiasaan yang dulu tak masif. Pertanyaannya, apakah kebiasaan itu akan berimbas dengan adanya penyakit baru?
Pertama soal Pertanian.Â
Dalam beberapa puluh tahun terakhir, pertanian dan perkebunan identik dengan obat-obatan kimiawi, pupuk kimia. Pupuk kimia itu akan membuat tanaman pertanian atau perkebunan jadi lebih gemuk.
Selain pupuk, ada juga obat-obatan yang digunakan untuk memberantas hama. Obat-obatan itu setahu saya juga kimiawi. Obat dan pupuk kimia itu diproduksi oleh pabrik yang menyerap banyak tenaga kerja.
Pertanyaannya, apakah pupuk kimia itu akan mempengaruhi tubuh kita ketika kita konsumsi makanan atau buah hasil pertanian dan perkebunan? Apakah pupuk kimia itu akan masuk ke tubuh kita dan membuat penyakit baru pada tubuh kita?
Pertanyaan yang sama juga berlaku bagi obat-obatan kimia. Apakah obat-obatan kimia itu akan berdampak pada kesuburan tanah? Apakah kesuburan tanah juga akan berdampak secara tidak langsung bagi kesehatan kita?
Pertanyaan-pertanyaan di atas tidak bisa saya jawab karena saya hanya orang awam yang bukan ahli kesehatan. Jika jawabannya adalah "iya", kenapa pertanian dan perkebunan diubah saja. Misalnya tak menggunakan pupuk kimia?
Saya pernah tanya pada seorang yang paham pertanian. Dia bilang jika tanah terbiasa diberi pupuk kimia kemudian tidak diberi pupuk kimia, maka produksi pertanian akan turun.Â
Jika pertanian tak lagi memakai pupuk kimia, maka butuh waktu beberapa tahun agar hasil pertanian kembali normal. Istilahnya tanah butuh adaptasi.
Di lain sisi, jika banyak tak memakai pupuk kimia, maka pabrik pupuk kimia bakal tutup dan banyak angkatan tenaga kerja yang nganggur. Secara teori, pengangguran itu akan memunculkan kerawanan sosial.
Jika yang Pertama soal Pertanian, Maka yang Kedua soal Kendaraan Bermotor.Â
Saya melihat bahwa kendaraan bermotor saat ini amat banyak. Sepertinya, banyak orang yang memiliki mobil dan lebih banyak lagi yang memiliki kendaraan roda dua.
Mungkin itu terjadi karena adanya kredit yang memudahkan orang memiliki kendaraan bermotor. Nah, kendaraan bermotor itu memproduksi asap. Semakin banyak kendaraan bermotor hilir mudik di jalan, maka akan semakin banyak asap.
Tahu kan, asap kendaraan bermotor itu, kalau dihirup rasanya bagaimana? Sangat tidak enak sekali. Sekarang bayangkan saja, dengan kualitas udara yang banyak asapnya, apakah akan mempengaruhi kesehatan kita?
Apakah asap kendaraan bermotor yang sering kita hisap itu akan memunculkan penyakit baru bagi kita? Saya tidak bisa menjawabnya karena saya bukan ahli kesehatan.
Tapi, jika jawabannya adalah bahwa asap kendaraan bermotor merusak kesehatan kita secara masif, kenapa tak dikurangi saja produksi kendaraan bermotor?
Tapi, kalau produksi kendaraan bermotor dikurangi, maka akan memberi dampak pada para pekerja. Begini, pabrik kendaraan bermotor terus berproduksi dan menggunakan tenaga kerja.
Persoalannya adalah, kalau produksi kendaraan bermotor dihentikan atau dikurangi, tentu akan berdampak pada tenaga kerja. Banyak tenaga kerja yang mungkin dirumahkan karena kapasitas produksi pabrik kendaraan bermotor dikurangi.
Jika pupuk kimia, obat kimia, dan kendaraan bermotor hanya sekadar contoh saja. Masih banyak hal lain yang telah berubah. Salah satunya soal plastik. Dahulu, orang membeli nasi dibungkus daun pisang dan daun jati.
Dedauanan itu jelas sangat ramah dengan lingkungan. Kini, orang membelo nasi dibungkus kertas yang memiliki plastik. Seperti kita ketahui plastik tak baik buat lingkungan.
Saat ini nyaris semua membutuhkan plastik. Makanan ringan dibungkus plastik, es teh dibungkus plastik, alat-alat rumah tangga dimasukkan wadah dan wadahnya dilapisi plastik. Di sisi lain, plastik dibuat pabrik yang menyerap banyak tenaga kerja.
Masalah di sekitar kita itu sangat kompleks. Masalah kompleks itu juga bisa berdampak pada kesehatan kita. Maka tak heran jika pemerintah sering pusing memikirkannya. Menjadi pemerintah harus mendengarkan banyak masukan dari masyarakat.
Membuat kebijakan A, akan berdampak buruk pada kelompok Y. Tapi, jika membuat kebijakan B, akan berdampak buruk pada kelompok X. Pusing tentunya.
Kembali ke kesehatan. Tentu ahli kesehatanlah yang layak menjawab apakah lingkungan sekarang berpotensi besar memunculkan penyakit, bahkan pemyakit baru? (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H