Sekalipun kasusnya beda tapi sama. Karena sama-sama dalam kerangka kejadian COVID-19. Menurut saya saat itu, pihak bupati tak membawa orang yang kompeten dalam hal kesehatan. Jika bupati membawa orang dinas kesehatan atau dokter, maka adu argumentasi akan kecil terjadi.
Adu argumentasi alot terjadi karena bupati yang bukan dokter, menjelaskan pada masyarakat yang ketakutan dengan COVID-19. Maka, energi ketakutan lebih menggejala. Lain ceritanya, bagi saya, jika ada yang kompeten dan ikut menjelaskan.
Tulisan ini bukan hendak menggurui Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVIFlD-19. Tulisan ini bukan hendak memgecilkan arti perjuangan Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVIFlD-19. Karena menurut saya, tugas tim memamh berat. Bahkan sangat berat harus berhadapan dengan masyarakat yang beragam.
Tapi, tulisan ini hanya memberi satu pandangan saja yang bisa jadi bermanfaat. Karena menurut saya, pandangan dari banyak pihak bisa penting sehingga punya banyak alternatif ketika menghadapi persoalan di lapangan.
Bagaimanapun juga, saat ini adalah masa yang menyusahkan dan melelahkan. Tim medis jelas berjuang keras untuk melawan COVID-19. Mereka yang terkena COVID-19 juga berjuang untuk sembuh.
Masyarakat biasa juga harus kuat berada di rumah. Sebagian yang lain bahkan bertaruh kesehatan karena memang harus keluar rumah untuk mencari nafkah. Beberapa institusi privat, seperti hotel juga sudah kewalahan karena jumlah penginap menurun.
Para pekerja hotel sudah ada yang dirumahkan. Para pedagang harian sudah ada kekurangan pendapatan. Para pengemudi ojek online juga turun drastis pendapatannya. Jadi ini adalah kesusahan semua pihak.
Jika ada problem di lapangan, efeknya bisa kemana-mana karena masing-masing dari kita sudah membawa problem bawaan, problem ancaman COVID-19 terhadap kesehatan dan keuangan. Semoga COVID-19 cepat berlalu dan terima kasih pada Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVIFlD-19 yang terus berjuang untuk kita semua. Salam. (*)