Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kenapa Anak Jadi Bisa Agresif ketika "di Rumah Saja"?

29 Maret 2020   14:20 Diperbarui: 29 Maret 2020   15:12 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, kompas.com/farida farhan

Namanya anak-anak, kalau di masjid pun di sela mengaji masih suka bermain berlarian. Intensitas anak-anak di desa untuk bermain gadget memang tak tinggi. Ini sesuai pengamatan saja penulis saja. Bisa jadi kesimpulan ini salah. Anak-anak desa mulai asyik dengan gadget ketika kelas empat SD ke atas. Mereka yang sering keluyuran main game online pun kebanyakan anak kelas empat SD ke atas.

Nah, aktivitas fisik bersama teman yang luar biasa pada anak kelas 1, 2, 3 SD ini mulai terkurangi. Mereka harus berada di rumah, karena orangtua pun diwanti-wanti oleh sang guru agar si anak tetap di rumah selama wabah corona menggejala.

Ya bisa diketahui selanjutnya adalah tak ada sekolah di sekolahan, mengaji di masjid diliburkan, bermain sepeda dan sejenisnya berkurang. Menurut penulis, mungkin itulah yang membuat anak jadi agresif. Mereka kehilangan dunianya yang berharga, yakni dunia bermain dengan teman-temannya.

Memang masih ada saudara dan orangtua yang bisa diajak bermain di rumah. Namun, tetap saja berbeda karena ada hal yang bisa dilakukan dengan teman di luar ruangan, tapi tak bisa dilakukan dengan orangtua.

Nah, ketika anak ada kecenderungan lebih agresif, sebenarnya tiap orangtua punya cara yang tepat. Sebab, orangtua adalah pihak yang harusnya paling mengerti tentang seluk beluk anaknya.

Ya memang agak susah. Saya sendiri berusaha menyempatkan diri jalan bersama anak anak ketika habis Subuh. Saya tak tahu itu bahaya apa tidak, tapi di jam segitu memang masih jarang orang. Jadi kontak fisik dan jarak tak terlalu bermasalah. Jalan-jalan itulah salah satu cara agar anak-anak refresh.

Selain itu, melibatkan anak untuk aktivitas fisik yang memungkinkan bagi struktur tubuhnya yang masih muda. Melibatkan anak untuk urusan aktivitas fisik ini akan membantu sang anak mengeluarkan energinya agat tidak tertahan di dalam tubuh.

Selain itu, sebisa mungkin bicara hal remeh temeh sederhana dengan anak. Ajak komunikasi mereka sesuai dengan dunianya. Jangan diajak bicara yang tinggi-tinggi seperti konstelasi politik, klasemen Liga Inggris yang "saya sudah lupa", atau melemahnya rupiah terhadap dollar.

Tentu setiap orangtua punya cara masing-masing untuk menangani agresivitas sang anak. Tentu saja, cara itu adalah cara-cara yang beradab. 

Nah, repotnya kalau ternyata orangtuanya seperti anak-anak juga, yakni agresif karena hidupnya hanya di rumah saja, padahal di hari biasanya ke kantor, makan siang di restoran, dan nongkrong di malam hari.

Kalau anak dan orangtua sama-sama agresif selama gerakan "di rumah saja", itu akan makin merepotkan. Jangan sampai pak RT dan pak RW turun tangan. Kalau pak RT dan pak RW turun tangan, maka kampanye jaga jarak juga akan gagal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun