Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pak Anies, Mengancam Kesehatan Orang Banyak Itu adalah Efek Kejut?

19 Maret 2020   06:21 Diperbarui: 19 Maret 2020   06:30 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anies Baswedan, foto: kompas.com/andreas lukas altobeli

Saya tidak paham dengan argumentasi efek kejut di tengah ancaman kesehatan. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan bahwa antrean panjang itu bertujuan untuk membuat efek kejut dan memberi penyadaran.

"Tadi pagi kendaraan umum dibatasi secara esktrem, apa sih tujuannya? Tujuannya, mengirimkan pesan kejut kepada seluruh penduduk Jakarta bahwa kita berhadapan dengan kondisi ekstrem. Jadi, ketika orang antre panjang, 'oh iya Covid-19 itu bukan fenomena di WA (Whatsapp) yang jauh di sana. Ini ada di depan mata kita'. Kalau kita tidak kirim pesan efek kejut ini penduduk di kota ini masih tenang-tenang saja, yang tidak tenang ini siapa yang menyadari ini," ucap Anies dalam video yang beredar seperti saya kutip dari liputan6.com.

Dari pernyataan itu, Gubernur berarti sudah menduga akan ada antrean panjang ketika ada pembatasan kendaraan umum. Apakah tidak tersirat bahwa antrean panjang itu adalah kerumuman yang sangat berpotensi merebaknya virus corona? Kalau corona berpotensi merebak melalui kerumunan (termasuk antrean panjang), kenapa antrean panjang itu diamini terjadi melalui pembatasan kendaraan umum?

Bagi saya ini sesuatu yang tak bisa dipahami. Bagaimana untuk membuat penyadaran ancaman corona dengan mengancam kesehatan warga? Coba bayangkan (tentu tidak saya harapkan), jika efek kejut yang dinyatakan itu ternyata membuat corona makin merebak di Jakarta?

Tempo hari saya menulis dan menjelaskan bagaimana Gubernur DKI Jakarta mendapatkan jempol karena berani meliburkan sekolah di tengah wabah corona. Saya pun sepakat dan acung jempol dengan kebijakan itu. Namun, di kasus corona ini pula, Gubernur DKI membuat pernyataan yang menurut saya susah dipahami.

Jika memang pembatasan kendaraan itu memunculkan efek buruk yang nyata, tak masalah jika pemerintah meminta maaf dan memperbaiki pelayanan. "Diserang" karena kebijakan adalah fenomena biasa yang dialami setiap pemimpin. Namun, diserang karena bertahan dengan pernyataan yang tak bisa dipahami, itu yang membuat saya malah aneh.

Kasus corona khususnya soal efek kejut ini adalah kali kesekian Anies mendapatkan serangan. Sebelumnya, Anies mendapatkan sorotan dan dibandingkan dengan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, dalam penanganan banjir. Anies juga dikritik karena pembuatan instalasi bambu yang memakan dana setengah miliar rupiah, namun 11 bulan kemudian instalasi bambu itu dibongkar.

Anies juga disorot karena pemerintahannya menebang 190 pohon yang ada di monas. Soal terpidana kasus menjadi Dirut TransJakarta, Anies juga dinilai kecolongan. Soal Formula E, Anies juga mendapatkan kritikan tajam.

Sinergi dengan Birokrat

Gubernur adalah puncak tertinggi di provinsi. Di bawah gubernur ada Sekda yang menggawangi birokrasi. Saya pikir, setiap kebijakan yang diputuskan perlu mendapatkan masukan dan alasan yang jelas dari birokrasi, selain juga dari dewan. Artinya, kebijakan itu muncul melalui proses yang matang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun