Hari ini, 15/08/2016, koran digital Detikcom mengetengahkan berita Anies Baswedan. Berita Anies setelah tidak lagi menjabat sebagai Mendikbud RI. Dengan tagline fokus "Menyapa Mantan Menteri", Detikcom ingin mengupas tentang hal musabab mengapa Anies diberhentikan oleh Presiden Jokowi. Detikcom ingin mendengar langsung jawabannya dari cucu pejuang kemerdekaan AR Baswedan ini. Tidakkah Anies bertanya kepada sahabatnya Jokowi, mengapa ia diberhentikan ?
Anies menjawab .... tidak !.
Anies mengatakan bahwa ia menerima. Menerima selayaknya seorang Senopati. Senopati yang ditarik rajanya dari medan laga. "Saya menempatkan diri seperti Senopati. Raja memberikan perintah berangkat ke laga di gelanggang pendidikan, itu laga yang ditugaskan ke saya. Ketika Senopati ditarik, ya ..... Senopati harus siap ditarik. Siap dikirim dan siap ditarik, nggak tanya lagi," ujarnya.
Perbincangannya demikian panjang. Tak ada tanda-tanda kesedihan seseorang yang baru kehilangan jabatan. Setidaknya demikian yang disimpulkan oleh Detikcom. Hal ini mengingatkan saya dengan Lech Walesa. Seorang rakyat kebanyakan, tepatnya buruh, yang kemudian bermetamorfosis menjadi Presiden Polandia. Saya suka membacanya kisahnya yang selalu di tampilkan oleh Majalah Tempo yang dilanggani ayah saya pada era 1980-an akhir dan awal 1990-an.
Siapakah Walesa ?
Berawal dari buruh listrik di Gdansk Polandia, bermetamorfosis menjadi demonstran-politisi dengan memimpin perjuangan kaum buruh untuk "menggulung" Partai Komunis Polandia dibawah pimpinan Jenderal "berkacamat hitam" Jaruzelski. Dunia terperangah, Lech Walesa yang bukan seperti Nelson Mandela, bisa menjadi Presiden Polandia. Bila Nelson Mandela memiliki "genetik politik" serta memiliki track konsisten dalam proses ia menjadi orang besar, maka Lech Walesa "dikondisikan" oleh situasi. Ada yang mengatakan, naiknya Walesa menjadi Presiden Polandia karena "kecelakaan" sejarah politik Polandia. Walesa biasa-biasa saja bersikap kala ia menjadi Presiden Polandia.
Buruh pabrik yang "keras" dan cenderung berada dalam "kalkulasi matematika peluh-keringat", berubah total menjadi Presiden yang disanjung-dielukan. Walesa - pemimpin Partai Solidaritas Polandia ini - tetap menganggap perubahan nasibnya tersebut sebagai sesuatu yang lumrah. Karena itu mungkin, Walesa hanya memegang tampuk kekuasaan Presiden Polandia, tak lebih dari 5 tahun. 1995, ia kalah. Walesa tak post power syndrom.
Ia tak menganggap kekalahannya sebagai sesuatu "kemalangan", sedih berkepanjangan karena berbagai fasilitas dan penghormatan menjadi hilang. Sekali lagi, ia menganggap jabatan Presiden sebagai sesuatu yang natural, manusiawi dan layak untuk berganti-ganti. Dan Walesa-pun, pada tahun ia tak lagi menjabat sebagai Presiden Polandia, kembali menjadi buruh, jadi tukang listrik di pelabuhan Gdansk. Gajinya kecil. Ketika ia ditanya mengapa dia kembali menjadi tukang listrik, padahal dengan label "mantan Presiden", Walesa bisa menghindari pekerjaan "kasar" yang ditekuninya sebelum menjadi Presiden. Walesa menjawab, "masih terlalu muda untuk pensiun, tidak punya cukup uang untuk hidup dan Presiden serta buruh itu sama, sama-sama bekerja dan sama-sama menghasilkan uang".
Walesa menganggap bahwa alangkah wajar dan bersahajanya kekuasaan itu di matanya. Presiden yang tadinya sangat-sangat "diatas", ketika selesai, ia mau menjalani profesi menjadi buruh yang "sangat dibawah". Walesa, bukan "melenggang" meninggalkan tampuk kekuasaan kepresidenan yang dipegangnya selama 5 tahun dengan dompet "membengkak". Padahal dengan waktu 5 tahun itu, ia memiliki potensi besar mengumpulkan duit banyak. Tapi itu tak dilakukannya. Ia kembali ke "habitat"nya semula, jadi buruh, di sebuah pelabuhan bernama Gdansk. Tanpa beban. Karena Presiden dan Buruh juga profesi, juga pekerjaan, juga amanah. Ia tak merasa memiliki beban berat walau banyak orang - terutama simpatisannya - merasa "kasihan". Walesa tetap tersenyum tanpa post power syndrom. Pada Walesa kita bisa belajar bahwa kekuasaan itu amat bersahaja.
Dan menurut Detikcom, Anies kembali menikmati kesehariannya, bercanda dan mengantarkan anak-anaknya sekolah - bahkan dengan sepeda motor, tanpa beban, tanpa dendam dan tanpa remuk redam. Setidaknya demikian kata Detikcom.
[ tanpa beban, tanpa dendam, tanpa remuk redam ]
: SEHAT SELALU PAK ANIES !
______________________
Tentang Lech Walesa, pernah dipublikasikan di Muhammad Ilham Blog/2013
Rujukan :
Detikcom/fokus/15-08-2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H