Kesehatan lingkungan termasuk sanitasi atau praktik higiene berkontribusi 70% sebagai intervensi sensitif terhadap kontribusi penurunan kejadian stunting. Sanitasi lingkungan sangat berpengaruh terhadap status kesehatan seseorang, sanitasi lingkungan terdiri dari ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai rumah, dan kebersihan peralatan makan pada setiap rumah tangga. Dengan praktik higiene yang buruk dapat menyebabkan anak kehilangan zat-zat gizi yang penting bagi pertumbuhan yang diawali dengan kejadian diare. Stunting adalah salah satu keadaan malnutrisi yang berhubungan dengan ketidakcukupan zat gizi masa lalu sehingga termasuk dalam masalah gizi yang bersifat kronis. Stunting diukur sebagai status gizi dengan memperhatikan tinggi atau panjang badan, umur, dan jenis kelamin balita. Stunting sulit disadari karena ketidakpekaan masyarakat dalam mengukur tinggi/berat badan anak. Hal tersebut membuat stunting menjadi salah satu fokus pada target perbaikan gizi di dunia sampai tahun 2025.
Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun. Menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak keluaran WHO. Berdasarkan ambang batas prevalensi stunting dari WHO mengategorikan angka stunting 20 sampai kurang dari 30 persen sebagai tinggi, dan lebih dari atau sama dengan 30 persen sangat tinggi. Terdapat 44 negara lain dalam kategori angka stunting sangat tinggi. WHO mencatat, 60 dari 134 negara masih memiliki tingkat stunting di bawah standar 20 persen. WHO juga menjadikan stunting sebagai fokus Global Nutrition Targets untuk 2025, dan Sustainable Development Goals untuk 2030.
Stunting disebabkan oleh kurangnya asupan makanan dan penyakit infeksi. Penyakit infeksi disebabkan oleh hygiene dan sanitasi yang buruk. Sanitasi yang buruk disebabkan ketidakmampuan masyarakat menyediakan tempat untuk buang air besar yang memadai. Hal ini mengakibatkan masyarakat melakukan buang air besar sembarangan seperti di sungai, di selokan, dan di kebun. Buang air besar sembarangan mengakibatkan lingkungan menjadi kotor, bau tidak sedap dan banyak lalat. Lalat yang mengerubungi kotoran manusia berterbangan dan bisa hinggap di makanan yang tidak ditutup dan jika dikonsumsi mengakibatkan sakit perut atau diare.
Anak-anak balita yang terkena diare biasanya tidak mau makan atau nafsu makannya menurun mengakibatkan rendahnya asupan. Kondisi ini mengakibatkan anak-anak sulit pulih dari sakitnya bahkan rendahnya daya tahan tubuh. Jika hal ini terjadi terus menerus maka anak akan mengalami stunting. Hal ini dikarenakan perilaku buang air besar sembarangan dapat mengakibatkan munculnya enviromental enteropathy yaitu penyebab utama kurang gizi anak berupa kondisi subklinis usus halus. Environmental Enteropathy menimbulkan kerusakan pada jonjot atau vili usus besar sehingga susah menyerap nutrisi. Kemudian, rentan terjadi diare kronis, sehingga dapat menyebabkan kurangnya asupan gizi. Hal inilah yang menyebabkan malnutrisi dalam waktu yang lama yaitu stunting.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menurunkan prevalensi stunting dengan menghentikan perilaku buang air besar (BAB) sembarangan di masyarakat. Beberapa upaya yang dilakukan antara lain:
- Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Program ini bertujuan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat, termasuk mengubah perilaku masyarakat dari kebiasaan buang air besar sembarangan.
- Edukasi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Pemerintah melakukan edukasi PHBS sebagai upaya untuk merubah perilaku masyarakat yang masih buang air besar sembarangan.
- Pembangunan jamban sehat. Pemerintah membangun jamban sehat sebagai sarana sanitasi yang layak dan memenuhi syarat Kesehatan.
- Pemicuan untuk merubah perilaku Masyarakat. Pemerintah melakukan pemicuan untuk merubah perilaku masyarakat dalam menuju buangan air besar yang benar dan sehat secara totalitas dan keseluruhan dalam desa/dusun tersebut
- Perda Kota Surabaya No. 2 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat. Perda ini melarang setiap orang atau badan untuk buang air besar dan/atau kecil di ruang terbuka hijau, publik, kecuali pada fasilitas yang telah disediakan
Semua pihak harus sadar dan bersegera membuat sanitasi termasuk toilet yang sehat untuk menekan angka kematian akibat diare, mencegah terjadinya stunting, serta mencegah penyakit menular lainnya yang disebabkan oleh perilaku buang air besar sembarangan.
ISMKMI PROAKTIF
Mengambil Peran, Ciptakan Makna
Direktorat Pengabdian Masyarakat
Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat
REFERENSI
Arief Lopa, A. F., Darmawansyih, D., & Helvian, F. A. (2022). Hubungan Pelaksanaan 5 Pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Dengan Kejadian Stunting. UMI Medical Journal, 7(1), 26--36. https://doi.org/10.33096/umj.v7i1.143
Opu, S., & Hidayat, H. (2021). Hubungan Sanitasi Total Berbasis Msayarakat (Stbm) Dengan Upaya Penurunan Angka Stunting Pada Balita. Sulolipu: Media Komunikasi Sivitas Akademika Dan Masyarakat, 21(1), 140. https://doi.org/10.32382/sulolipu.v21i1.1967
Soesanti, I. S., Shofiya, D., Winarko, W., Mujayanto, M., & Rahmania, R. (2022). Buang Air Sembarangan dan Stunting. Media Gizi Indonesia, 17(1SP), 193--199. https://doi.org/10.20473/mgi.v17i1sp.193-199
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H