Istilah dari Rijsttafel sendiri ada pada meningkatnya para pendatang dari Eropa setelah Terusan Suez dibuka dan kemudian menjadi sebuah dampak yang besar karena adanya perubahan sosial budaya yang terjadi di tanah jajahan (Nieuwenhuys, 1981: 29).
Dengan kondisi seperti itu serta turut berkembangnya rijstaffel ini yang menjadikan sebagai simbol kemewahan dalam gaya hidup kolian di Hindia Belanda. Karena pada popularitasnnya semakin meningkat di pariwisatanya. Rijstaffel ini bisa dikatakan sebagai sebuah konsep dari terbentuknya “wisata kuliner” yang muncul di Indonesia pada awal abad 20 dan dikemas mewah serta akan memikat di ruang makan hotel.
Rijstaffel ini berkembang di Pulau Jawa, karena peran pemerintahan kolonial Belanda ingin menjadikan tatanan modern yang tidak langsung untuk meramaikan kehidupan sosial ini. Oleh karena itu, dengan adanya kota-kota besar di Pulau Jawa bisa berdampingan dengan budaya dari orang-orang pribumi dan turut membantu kehidupan budaya orang-orang Belanda, hingga dampak tersebut berpengaruh pada rijstaffel.
Rijstaffel ini merupakan sebuah cara pandang dari sebuah hidangan pribumi yang begitu populer. Rijstaffel sendiri selalu dimuat dalam buku masak, majalah rumah, panduan perjalanan wisata. Karena kesan yang mewah dari hidangan pribumi tersebut dibalut dengan hidangan-hidangan asing seperti dari Eropa, Timur Tengah hingga Tiongkok.
Walaupun demikian karena kolonial pada masa itu menindas manusia oleh manusia, akan tetapi berbeda dengan kemunculan rijstaffel yang merupakan sebuah bukti dari adanya kolonial yang menjadi perkembangan kuliner yang dimoderkan pada kolonial Belanda di Indonesia. Dengan demikian untuk mengembangkan kuliner di Indonesia mengkolaborasikan makanan pribumi dengan penyajiannya yang mewah, hingga sekarang rijstaffel masih menjadi daya tarik bagi pariwisata Belanda.
Karena rijstaffel merupakan sebuah bentuk dari hegemoni budaya kolinial yang dipadukan dengan budaya pribumi dalam kuliner Indonesia. Keharmonisasinya berlangsung dari sebuah bentuk akulturasi dari membentuk budaya makan. Menurut dari Koetjaraningrat (1990: 248-251) bahwa sebuah akulturasi merupakan sebuah proses dari kelompok manusia dengan kebudayaan yang muncul dengan berbagai unsur-unsur asing hingga diterima serta diolah dengan kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan kepribadian dari kebudayaan sendiri. Karena ada lima aspek untuk memfokuskan dari suatu pemahaman budaya dari hasil akulturasi: (1) masyarakat dapat menerima sebelum proses akulturasi baru berjalan, (2) individu dalam pendukung dari membawa unsur-unsur kebudayaan asing, (3) saluran yang dapat dilalui oleh unsur kebudayaan asing bisa masuk ke penerima, (4) bagian dari masyarakat yang penerima bisa terkena dari pengaruh unsur kebudayaan asing, (5) reaksi dari individu yang terkena unsur kebudayaan asing.
Oleh karena itu, akulturasi dari memandang rijstaffel yang merupakan sebuah paduan dari budaya pribumi dan juga budaya Belanda. Dengan demikian bahwa dari antara kedua kebudayaan tersebut bisa berlangsung hingga mempengaruhi rijstaffel sebagai bentuk dari sajian kuliner di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H