Runtuhnya tembok Berlin belum menjadi penjembatan antara kedua masyarakat yang tinggal di kedua blok. Masih ada beberaa orang yang merasa superior atas salah satu blok. Alienasi terhadap masyarakat Berlin Timur dikarenakan perekonomian dan budaya yang tertinggal membuat hal tersebut menjadi salah satu 'candaan' di Jerman. Masyarakat Berlin Timur masih terstereotip dengan masyarakat tertinggal.Â
Hingga 10 bulan setelah runtuhnya tembok Berlin, kedua tim mengadakan pertandingan persahabatan yang diselenggarakan di Olympiastadion, markas Hertha BSC saat ini. Semua orang tidak menganggap bahwa mereka adalah rival karena mereka memiliki sejarah yang sama dan sepakbola menjadi salah satu acara untuk merayakan terpisahnya kedua blok ini.
Namun, saat ini, kedua tim menjadi rival yang memiliki tensi yang tinggi. Alasannya cukup simpel, mereka menginginkan adanya derbi. Mereka menginginkan adanya pertempuran di dalam maupun luar lapangan. Kenapa seperti itu? karena mayoritas suporter dari kedua klub lahir ketika Berlin sudah menjadi satu sehingga mereka tidak merasakan bagaimana berjuang bersama untuk meruntuhkan tirani yang membelenggu mereka.
Akan tetapi, inilah derbi. Inilah rivalitas sepakbola yang saat ini terjadi. Akan menjadi 'datar' ketika tidak ada tensi dan atmosfir yang panas di lapangan maupun luar lapangan. Kedua tim sudah menunjukkan bahwasanya rivalitas tinggi bisa diciptakan. Para pemuda tersebut membuat derbi Berlin ini ke level yang berbeda. Sahabat menjadi musuh. Musuh 2x45 menit.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H