Tahap Awal dalam pemeriksaan pajak adalah pembuatan audit plan. Setelah Audit Plan dibuat, maka diterbitkanlah Surat Perintah Pemeriksaan (SP2).
Surat Perintah tersebut disampaikan kepada Wajib Pajak melalui surat pemberitahuan pemeriksaan, bersamaan dengan Surat Panggilan dalam Rangka Pertemuan Sehubungan dengan Pemeriksaan Lapangan, serta dokumen-dokumen apa saja yang harus dibawa pada saat pertemuan tersebut.
Di dalam pertemuan pertama, diberikan informasi terkait alasan pemeriksaan, hak dan kewajiban dari wajib pajak, serta tahapan dalam seluruh proses pemeriksaan. Setelah itu, dilakukan proses pemberian keterangan oleh Wajib Pajak/Wakil Wajib Pajak terkait dengan proses bisnis secara umum, dan hal-hal khusus terkait operasi perusahaan yang ingin diketahui oleh pemeriksa.
Pemeriksa kemudian melakukan pengujian atas SPT yang telah dilaporkan oleh Wajib Pajak. Jika informasi yang diperoleh dari pemberian keterangan masih kurang, Pemeriksa dapat memanggil kembali pihak-pihak terkait, untuk mengumpulkan informasi yang relevan dan reliabel. Pemeriksa juga dapat meminjam buku, catatan, dan dokumen perusahaan pada tahun tersebut.
Dalam hal pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan lapangan, Pemeriksa akan menjadwalkan kegiatan pemeriksaan yang langsung dilakukan di lokasi tempat kegiatan usaha wajib pajak.
Jangka waktu pemeriksaan lapangan adalah 4 (empat) bulan pengujian + 2 (dua) bulan pembahasan, untuk orang pribadi. Dan 6 (enam) bulan pengujian + 2 (dua) bulan pembahasan untuk Badan.
Setelah seluruh kegiatan pemeriksaan dan pengujian dilakukan, pemeriksa akan menerbitkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). SPHP merupakan satu set dokumen yang berisi perbedaan nilai dalam SPT dan nilai yang ditemukan oleh pemeriksa pajak. Dalam dokumen itu juga tertuang nilai pajak yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak.
Wajib Pajak diberikan kesempatan 7 (tujuh) hari kerja untuk memberikan tanggapan tertulis atas hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan oleh pemeriksa. Setelah jangka waktu pemberian tanggapan habis, pemeriksa akan mengirimkan undangan pembahasan akhir kepada Wajib Pajak. Dalam pembahasan akhir ini akan dilakukan diskusi atas seluruh hasil pemeriksaan, baik dari sisi pemeriksa, maupun sisi wajib pajak.
Ada banyak dinamika yang mungkin terjadi dalam proses pembahasan akhir. Jika Wajib Pajak ragu-ragu atas penafsiran dasar hukum yang digunakan oleh pemeriksa, Wajib Pajak dapat mengajukan proses Quality Assurance. Namun jika Wajib Pajak tidak menyetujui hal-hal material dalam pemeriksaan, Wajib Pajak dapat mengajukan upaya hukum berupa keberatan, banding, hingga peninjauan kembali.
Filosofi Hegel dan Hanacaraka dalam AuditÂ
Menghubungkan konsep tesis, antitesis, dan sintesis dari dialektika Hegelian ke dalam framework pelaporan keuangan bisa memberikan pandangan pandangan yang lebih mendalam tentang bagaimana konflik, dialog, dan resolusi dapat terjadi dalam interaksi antara auditee dan auditor.
- Tesis:Â Auditee menyusun laporan keuangan berdasarkan standar-standar yang lazim digunakan, seperti IFRS, SAK, SAK ETAP, SAK Syariah, dan standar lainnya.
- Antitesis: Terdapat tiga antitesis dalam penyusunan laporan keuangan, yaitu Komite Audit, Internal Audit, dan Eksternal Audit. Ketiga unsur antitesis ini merupakan perwujudan dari three lines of defense, sebagai bentuk pengawasan dan pertanggungjawaban manajemen kepada stakeholder. Terjadi pengujian dan dialektika terhadap tesis pada proses ini. Akan ada penyesuaian, revisi, investigasi, hingga pada akhirnya pemberian opini terhadap kewajaran laporan keuangan.
- Sintesis: Sintesis muncul dalam bentuk laporan keuangan yang telah diaudit, di dalam laporan keuangan audit ini terdapat hal-hal material yang menjadi sumber konflik pada saat dialektika antara auditee dan auditor, serta bagaimana hal tersebut diselesaikan sehingga dapat menjadi sintesis yang dapat memberikan manfaat kepada stakeholder dan pemakai informasi.